Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan kasus suap yang diduga melibatkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (NSW) berasal dari potongan (kutipan) dana BPJS yang dialokasikan untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Ia menjelaskan bahwa dana yang biasanya dialokasikan BPJS untuk tiap FKTP atau Puskesmas sebesar Rp 400 juta itu, ternyata dipotong sebesar 7 persen tiap Puskesmasnya.
Baca: Kesaksian Pegawai Proyek: Baut Crane yang Jatuh Itu Pernah Bermasalah
Febri menyebut ada 34 Puskesmas yang berada di Jombang, dan dari tiga puluhan fasilitas kesehatan itu, NSW dan sejumlah oknum lainnya memotong sebanyak 7 persen.
"400 juta itu alokasi dari BPJS untuk setiap FKTP atau Puskesmas lah, semacam itu," ujar Febri, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (4/2/2018).
Tersangka pemberi suap dalam kasus tersebut yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang Inna Silestyowati (IS) memotong dana itu untuk diberikan kepada NSW demi mengamankan posisinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan.
"Per tahun untuk BPJS itu alokasinya Rp 400 juta itu, itu yang diambilin untuk mempertahankan posisi atau jabatan definitif dari tersangka IS," jelas Febri.
Sedangkan NSW, diduga menerima suap dari pemotongan dana tersebut untuk membiayai iklannya pada salah satu media di Jombang terkait pencalonannya sebagai petahana.
"Bagi si tersangka NSW, Bupati nya, itu digunakan salah satunya untuk biaya politik," kata Febri.
Dana suap terkait perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di Pemkab Jombang itu, kata Febri, dikumpulka melalui Paguyuban.
Ada beberapa pihak yang bertugas menghimpun dana kutipan tersebut, hal itu dilihat dari bukti rekening yang disita KPK.
Sehingga pemberian uang suap pun dilakukan secara bertahap.
"Lalu pemberiannya bertahap, ada yang ngumpulin, beberapa pihak ya, jadi tidak langsung, tadi kan ada rekening-rekening," tegas Febri.