News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Nyono Masih Bisa Bertarung di Pilkada Jombang Tapi Setya Novanto Sarankan Mundur

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko keluar menggunakan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Minggu (4/2/2018). KPK resmi menahan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko terkait suap perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang dengan komitmen suap sebesar USD 9.800 dan Rp 25.550.000 usai terjaring operasi tangkap tangan KPK pada Sabtu (3/2/2018). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepesertaan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dalam Pilkada 2018 tetap berlanjut meski kini dia sudah berstatus tersangka.

Nyono adalah salah satu bakal calon Bupati Jombang di Pilkada 2018. Ia berpasangan dengan Subaidi.

Keduanya diusung gabungan partai politik terdiri dari PAN, PKB, PKS, Golkar, dan Partai Nasdem.

Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief, Budiman.

Namun, mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto menyarankan kepada Nyono untuk mundur dalam pertarungan Pilbup Jombang, Jawa Timur pada pelaksanaan Pilkada Serentak tahun ini.

Bupati Jombang yang juga kader Golkar, Nyono Suharli Wihandoko (NSW) kini telah dijebloskan ke Rutan KPK karena berstatus tersangka dan terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada akhir minggu lalu.

Meski kini resmi menggunakan rompi orange, khas tahanan KPK, Nyono tetap mencalonkan diri di pemilihan Bupati Jombang di Pilkada serentak 2018.

Baca: Kalau Tim Enggak Ngebut Pakai Ojek Online, Mungkin Bupati Nyono Sudah Kabur Naik Kereta

"Sebaiknya ya mengundurkan diri. Menurut saya sebaiknya mengundurkan diri kasih kesempatan yang lain," saran Novanto saat ditemui di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko keluar menggunakan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Minggu (4/2/2018). KPK resmi menahan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko terkait suap perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang dengan komitmen suap sebesar USD 9.800 dan Rp 25.550.000 usai terjaring operasi tangkap tangan KPK pada Sabtu (3/2/2018). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Novanto berharap KPU memberikan perhatian dalam hal ini.

"Tapi ya, itu semua orang KPU lah yang memperhatikan," tegasnya.

KPK mengamankan Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

KPK kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).

Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.

Total ke tujuh orang tersebut diamankan dari 3 lokasi berbeda, yakni Jombang, Surabaya dan Solo.

Namun saat ini baru 2 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni NSW dan IS.

Baca: Zumi Zola Tak Perlu Mundur dari Jabatan Gubernur Jambi

NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018) lalu, sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang.

Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko keluar menggunakan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Minggu (4/2/2018). KPK resmi menahan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko terkait suap perizinan penempatan jabatan di Pemkab Jombang dengan komitmen suap sebesar USD 9.800 dan Rp 25.550.000 usai terjaring operasi tangkap tangan KPK pada Sabtu (3/2/2018). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan 9.500 dolar AS.

Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama.

Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.

NSW diduga menerima himpunan dana dari 34 Puskesmas se-Jombang, yang masing-masing dipotong sebanyak 7 persen.

Pembagiannya yakni 5 persen untuk NSW selaku Bupati Jombang, 1 persen untuk Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS), dan 1 persen lainnya untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang.

Dana yang seharusnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas Jombang itu dikumpulkan melalui asosiasi berbentuk Paguyuban.

Baca: Setya Novanto Nasihati Fredrich Agar Tak Melakukan Perlawanan Melalui Gugatan Praperadilan

Kutipan 5 persen tiap Puskesmas itu dihimpun dan diberikan kepada NSW, satu di antaranya untuk membiayai iklan dirinya pada salah satu media di Jombang, terkait pencalonannya sebagai petahana pada Pilkada.

Sedangkan IS sebagai pemberi suap, memotong (mengutip) dana itu untuk diberikan kepada NSW demi mengamankan posisinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan.

Untuk NSW yang diduga sebagai pihak yang menerima suap, terancam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan untuk IS sebagai pihak yang diduga memberikan suap, terancam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan terkait kepesertaan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dalam Pilkada 2018 yang tetap berlanjut.

Baca: Mengintip Kehidupan Ayam Kampus di Semarang: Tarifnya Rp 1 Juta untuk Biaya Kuliah dan Gaya Hidup

Status sebagai peserta pilkada tetap melekat kendati Nyono ditetapkan sebagai tersangka.
"Status pendaftarannya tetap terdaftar," kata Arief dikutip dari Kompas.com kemarin.

Menilik aturan pilkada, menurut Arief, seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka masih bisa mendaftar sebagai peserta pemilu sepanjang belum ada keputusan hukum menjadi terpidana.

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubenur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Pasal 4 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 menyebutkan;

"Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh putusan hukum tetap, terpidana karena kealpaan ringan (culpa levis), terpidana karena alasan politik, terpidana yang tidak menjalani pidana dalam penjara wajib secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan sedang menjalani pidana tidak dalam penjara".

Sementara itu, mengenai sumber dana kampanye, Arief mengatakan, ketentuannya diatur dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota. (tribun/theresia felisiani/kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini