TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Nusantara Polri Irjen Pol. Gatot Edi Pramono mengatakan alasan pembentukan satgas untuk mencegah kampanye berbau SARA yang sebelumnya terjadi pada Pilkada DKI Jakarta lalu.
"Kenapa Polri buat Satgas Nusantara tentu ini melihat pengalaman terdahulu. Kita harap kontestan beradu ide dan gagasan. Ketika dibawa isu-isu sentimen SARA, politik identitas, sentimen ini menguat dan membuka konflik sosial," ujar Edi di sebuah hotel kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).
Kini, Satgas Nusantara Polri bersama Bawaslu RI telah memetakan 10 daerah rawan konflik akibat penyebaran hoax, ujaran kebencian, serta isu SARA.
Satgas ini pula tidak hanya bertugas pada tingkatan pusat saja, namun juga bertugas pada tingkat Polda dan Polres.
"Satgas bertugas dari Pusat, Polda, sampai Polres. Jadi ada di 33 Polda dan sekitar 470 sekian Polres. Tentu sasaran kita daerah rawan dan kita garap bersama," ujar Edi.
Baca: PBNU Nilai Tak Etis Rencana Bawaslu Sebar Materi Khutbah Salat Jumat Saat Pilkada
Nantinya, Satgas akan bertugas menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan lembut dan keras atau (Soft dan Hard Approaching).
"Ada dua pendekatan yaitu soft and hard approaching. Dimana 80 persen soft dan 20 persennya hard. Melalui manajemen sosial, media, dan kemitraan," ujar Edi.
"Melalui manajemen sosial tentunya berupaya dari tokoh akar rumput. Kita mapping lalu tokoh-tokoh itu bersuara untuk menyampaikan pilkada aman, nyaman, dan tentram. Lalu melalui media diberi ruang di televisi maupun radio, menyuarakan kesejukan konstelasi politik yang panas bisa menjadi dingin. Terakhir adalah jalur kemitraan untuk seperti istigosah, bakti sosial, maupun olahraga bersama," sambung Edi.