News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Tolak Rekomendasi Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat Nazaruddin, Ini Alasannya

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin memberikan kesaksian dalam sidang kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat dengan terdakwa Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng di Pengadilan Tipikor, Jalan Bunggur, Jakarta Pusat, Senin (29/5). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yaitu Muhammad Nazaruddin yang juga merupakan terpidana kasus tersebut. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menyatakan pihaknya menolak memberikan rekomendasi asimilasi kerja sosial dan bebas bersyarat terhadap terpidana Muhammad Nazaruddin.

Hal ini diungkapkan Agus Rahardjo, Jumat (9/2/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Penolakan tersebut, kata Agus dilakukan setelah Pimpinan KPK melakukan kajian dan diskusi internal dengan penyelidik, penyidik, dan penuntut atas surat permintaan rekomendasi yang dikirimkan Direktorat Jenderal Pemasyarakat atau Dirjen Pas Kementerian Hukum dan HAM.

"Kami tidak akan memberikan rekomendasi. Kami tidak akan rekomendasikan itu saya pikir," tegas Agus Rahardjo.

Baca: Kemenkumham Jabar: Nazaruddin Penuhi Syarat Bebas Bersyarat

Agus menjelaskan alasan pihaknya menolak merekomendasikan Nazar untuk memperoleh asimilasi dan pembebasan bersyarat karena Nazaruddin telah mendapat pemotongan masa hukuman atau remisi sebanyak 28 bulan sejak 2013 hingga 2017.

Menurut Agus, pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat tersebut tidak sebanding dengan kejahatan yang telah dilakukan Nazar.

Meskipun, Nazar telah menjadi Justice Collaborator dan whistleblower sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK, termasuk korupsi e-KTP.

Nazaruddin diketahui divonis atas dua kasus korupsi berbeda. Pertama, pada 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Nazar terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar yang diserahkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury.

Baca: Masinton: KPK Lakukan Diskriminasi Bila Nazaruddin Dapatkan Asimilasi

Selain itu, Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, memenangi lelang proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp 300 juta.

Saat menjalani masa hukuman, Nazar kembali divonis pada 15 Juni 2016 atas kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.

Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.

"Remisi sudah banyak sekali. Ya harus imbang juga kesalahan harus sama," tambah Agus Rahardjo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini