Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus kondensat, mantan Dirut PT TPPI, Honggo Wendratmo, masih buron hingga saat ini.
Sekretaris NCB-Interpol Indonesia Brigjen Pol Napoleon Bonaparte menduga Honggo menggunakan identitas lain untuk bersembunyi di Singapura.
Honggo diketahui terakhir terdeteksi di Singapura, ia melintasi imigrasi Singapura.
Baca: Polisi Tetapkan Operator Crane Jadi Tersangka Kasus Kecelakaan Proyek Rel Kereta Api di Jatinegara
Meski begitu, Singapura sudah melakukan upaya pencarian Honggo di negaranya dan hasilnya nihil.
"Kami mendeteksi siapa tahu ada di sana (Singapura) dengan identitas lain," ujar Napoleon di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Baca: Densus 88 Tangkap Pedagang Es Terduga Teroris di Indramayu
Ia menduga Honggo memiliki nama alias yang kerap digunakan untuk bepergian ke luar negeri atau menghindari kejaran polisi.
Karena itu, kata Napoleon, kepolisian bekerja sama dengan Imigrasi setempat untuk menggunakan teknologi pengenalan wajah.
Baca: KJRI Hong Kong Sebut Ditemukan Bukti Dua Komedian Indonesia Lakukan Pelanggaran Izin Tinggal
Dengan demikian, meski identitasnya berganti, biometrik wajah dari Honggo tetap bisa dikenali.
"Penggabungan teknologi komunikasi antara Interpol dengan sistem informasi imigrasi yaitu BCM," kata Napoleon.
"Artinya untuk mewaspadai kalau ada identitas atau nama lain, dengan deteksi wajah bisa kita lakukan," katanya.
Sebelumnya, Daftar Pencarian Orang (DPO) Honggo diterbitkan dengan Nomor B/04/1/2018/Dit Tipideksus pada Jumat (26/1/2018) kemarin, ditandatangani Wadir Tipideksus Bareskrim, Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga.
Selain itu, Polri juga menerbitkan edaran Red Notice ke 193 negara anggota Interpol.
Honggo ditetapkan sebagai DPO karena tiga kali dipanggil sebagai tersangka untuk hadir pelimpahan namun tidak pernah hadir. Sementara dua tersangka lainnya, Raden Priyono dan Djoko Harsono hadir lalu dipulangkan.
Di kasus ini, baik Honggo maupun dua tersangka lainnya dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.