Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Golkar Nusron Wahid menjelaskan empat kriteria seseorang yang ideal mendampingi Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019.
"Berdasarkan data dari tadi (Indo Barometer), orang itu yaitu harus bisa melengkapi kekurangan yang ada, saya melihat ada empat kriteria," ujar Nusron dalam acara "Dinamika Pilpres 2019, Tiga Skenario Pilpres 2019, Siapa Kuda Hitam?" yang diadakan di Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Empat kriteria tersebut yang pertama yaitu beragama Islam, tetapi hal ini bukan berarti anti Pancasila.
Baca: Intinya Saya Meyakini Lawannya Pak Jokowi bukan Pak Prabowo di Pilpres 2019
Namun, jika pasangannya bukan muslim akan dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab menjadi negatif karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
"Nanti diplintir kemana-mana, pengalaman di DKI, panjang nanti bisa muncul Al-Maidah lagi nanti (kalau pasangannya bukan muslim)," ujar Nusron.
Kriteria kedua, yaitu orang yang paham betul persoalan dan menguasai ilmu ekonomi, karena data Indo Barometer menyebutkan ketidakpuasan terhadap kinerja Jokowi menyangkut ekonomi.
"Ketiga tentunya dia diterima masyarakat internasional dan market friendly, ini juga penting, kalau tidak diterima maka setiap kebijakannya tidak didukung atau cenderung protektif," tuturnya.
Baca: Anies Diprediksi Jadi Lawan Terberat Jokowi Jika Prabowo Batal Capres 2019
Terakhir atau keempat, kata Kepala BNP2TKI itu, sosok tersebut mempunyai dukungan-dukungan yang kuat dari kantong organisasi muslim, bukan hanya dari NU dan Muhammadiyah saja, tetapi ormas Islam lainnya mampu dirangkul.
"Gampangnya disupport untuk representasi umat," ucap Nusron.
Meski demikian, Nusron mengatakan, Golkar sebagai partai pendukung menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi untuk memilih wakilnya dengan syarat sosok pendamping tersebut harus bisa melengkapi kekurangan yang ada.
Baca: Menurut Fahri Hamzah, Kader PKS Seluruh Indonesia Ingin Anis Matta Jadi Capres 2019
Berdasarkan survei Indo Barometer, terdapat lima alasan utama publik menyatakan tidak puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla.
Pertama, lapangan pekerjaan masih terbatas sebesar 13,4 persen, harga sembako belum stabil 7 persen.
Kemudian, biaya listrik semakin naik sebesar 5,5 persen, terlalu banyak impor 4,7 persen, dan terlalu banyak pencitraan 4,5 persen.