TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan bangsa Indonesia harus mampu menghadapi lawan termasuk kekuatan asing dalam Perang Proxi atau Perang Generasi Keempat (PG-IV) ini.
Upaya pertama yang harus dilakukan adalah mengharuskan seluruh lembaga strategisnya untuk mengirim para kader pimpinannya ke Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI).
Tanpa melalui Lemhannas, tak seorangpun dapat duduk pada jabatan strategis nasional karena ini merupakan kebutuhan bangsa dan negara di masa depan.
Dalam konteks tersebut, Lemhannas ini pada akhirnya mendorong terbangunnya proses kaderisasi kepemimpinan nasional di semua bidang strategis dan menghindarkan negara pada ancaman kehancuran.
Demikian ditegaskan Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa), AM Putut Prabantoro, Senin (26/2/2018).
Cetusannya tentang fungsi Lemhannas sebagai lembaga yang mendidik para pemimpin nasional strategis agar mempunyai visi ketahanan nasiona muncul dalam diskusi tentang Pilkada yang diadakan Institute of Public Policy, Universitas Atmajaya Jakarta pada pekan lalu.
Gagasan itu terkait dengan maraknya kepala daerah dan calon kepala daerah yang tertangkap tangan karena korupsi.
Dengan mengutip penjelasan sederhana mendiang Presiden Pakistan Zia Ul-Haq, Putut Prabantoro menjelaskan, “jika konflik diibaratkan sebuah ketel air, perang proxi atau PG-IV adalah cara membuat dan mempertahankan agar air tetap mendidih dalam ketel tersebut”.
Aktor intelektual dalam perang tak berwujud itu dapat berbentuk negara asing atau nonnegara.
Tujuan akhir dari perang tak berbentuk ini adalah melemahkan ketahanan nasional yang pada akhirnya berujung pada terkuasainya sebuah negara termasuk sumber kekayaan alamnya oleh aktor intelektual.
Cara mempertahankannya dengan adu domba, membantu finansial, pasok senjata, suap, mengganti ideologi negara, atau menghancurkan kesatuan negara baik dari dalam atau dari luar.
Menurut Putut Prabantoro, Lemhannas (national resilience institute) yang diresmikan Presiden Soekarno pada 20 Mei 1965, merupakan lembaga pendidikan ketahanan nasional tertinggi yang pesertanya adalah TNI/POLRI dan Sipil terpilih.
Semua yang ingin menjadi pimpinan nasional strategis harus lulus dari Lemhhanas baik dari Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) atau setingkat Kolonel, ataupun Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) yang secara sederhananya disebut pendidikan setingkat bintang dua.
Dalam konteks ini, akhirnya secara tidak langsung, persyaratan ini mendorong semua lembaga pemerintah ataupun nonpemerintah termasuk partai, atau lembaga–lembaga non pemerintah lainnya untuk melakukan kaderisasi dengan benar.