News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Upaya Novanto ‎Menjadi 'Justice Collaborator' Diduga Karena Terdesak

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/2/2018). Sidang ini mengagendakan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di antaranya tersangka dugaan korupsi KTP elektronik Anang Sugiana serta terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Andi Narogong. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai upaya mantan Ketua Umum Partai Golkar (PG) Setya Novanto ingin bekerjasama dengan KPK untuk mengungkap kasus atau yang biasa disebut ‎justice collaborator tidak cukup meyakinkan KPK.

Sebab informasi yang disampaikan dengan menyebut nama sejumlah rekannya, dinilai KPK sebagai informasi yang masih sumir.

"Informasi yang hanya katanya, katanya tidak pantas menjadi justice collaborator. Saya rasa KPK sangat tepat kalau menolak permintaan itu. Itu karena sudah terdesak aja," kata Sebas di Jakarta, Selasa (27/2).

Ia menjelaskan jika Novanto serius ingin membantu KPK mengungkap mega korupsi proyek E-KTP, seharusnya dari awal.

Dia mestinya yang memberikan informasi pertama soal kasus itu sehingga penyelidikannya menjadi mudah. Faktanya, malah dia menghindar dan selalu mencari celah agar lolos dari jeratan hukum.

"B‎ukan karena terdesak dan asal ingin mengurangi hukuman.‎ Supaya dianggap membongkar kasus, dia menyebut nama orang lain yang sangat sumir dan ngarang. Itu bukan justice collaborator namanya," ujar Sebas.

Baca: KPK Masih Sulit Berikan Justice Collaborator untuk Setya Novanto

Sementara K‎oordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus meminta ‎KPK agar fokus membongkar semua aspek pidana yang muncul dalam dugaan korupsi e-KTP yang disangkakan kepada Setya Novanto.

Sangkaan tidak saja pada pelanggaran Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, tetapi juga pada dugaan tindak pidana korupsi sebagai pemberi atau penerima suap. Kemudian dalam dugaan Tinda Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus e-KTP dan keterlibatan istri, anak dan menantu atau keponakannya.

"KPK tidak boleh terkecoh dengan manuver Setya Novanto untuk JC tetapi informasi yang diberikan itu hanya bersifat katanya atau dengar dari cerita Nazaruddin yang dalam banyak hal hanya bersifat imajinasi atau halusinasi," kata Petrus.

Sebelumnya, Setya Novanto mengaku sudah melaporkan anggota DPR Fraksi PDIP Arif Wibowo dan anggota DPR Fraksi Golkar Melchias Marcus Mekeng ke penyidik KPK. Laporan tersebut terkait dengan pengajuan dirinya sebagai justice collaborator (JC).

KPK sendiri telah menanggapi laporan Novanto tersebut. ‎Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut tidak ada keterangan atau informasi signifikan yang diberikan Setya Novanto. Karena itu, KPK belum menyetujui permintaan sebagai justice collaborator.

"Kalau kita baca undang-undangnya, seorang pelaku yang bekerja sama atau dikenal dengan JC itu, salah satu yang menilai bisa dikabulkan atau tidak, apakah memberikan keterangan yang signifikan bagi pengungkapan sebuah perkara. Sampai saat ini tidak ada yang signifikan," kata Febri, pekan lalu. ‎

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini