TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA - Tanding ulang antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto akan kembali terjadi pada Pilpres 2019 mendatang.
Sekjen DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani belum memastikan, siapa saja yang nama-nama yang dipertimbangkan untuk mendampingi Prabowo 'melawan' Jokowi nanti.
Ditegaskan, partainya akan memenuhi sarat untuk mengusung Prabowo Subianto di Pemilihan presiden 2019.
Partainya hanya butuh tambahan 39 kursi untuk bisa mengusung Prabowo. Gerindra sendiri saat ini hanya memiliki 73 kursi di parlemen.
"Untuk maju Pak Prabowo harus didukung 112 kursi atau 20 persen, insyaallah jumlah itu sudah tercapai," ujar Muzani, Rabu (7/3/2018).
Sarat pencalonan presiden dan wakil presiden, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya.
Muzani menjelaskan kembali, komunikasi dengan sejumlah partai politik, termasuk dengan Partai Demokrat sudah dilakukan.
Sementara partai politik lainnya sudah memastikan akan mendukung pencalonan kembali Jokowi sebagai Presiden.
Selain PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, PPP, Nasdem, PSI memastikan akan menjadi 'kendaraan' Jokowi untuk bertarung dalam Pilpres.
Baca: Taruhan Wanita Saat Balap Liar, Kesaksian Warga: Kerap Jadi Cinta Satu Malam
Baca: Ungkap 90 Persen Kandidat Kepala Daerah Petahana Diduga Korupsi, Agus Rahardjo Dianggap Belum Matang
Gerindra, diakui Muzani tidak terlalu mempermasalahkan jumlah poros dalam pemilihan presiden.
Yang terpenting menurut Muzani koalisi partai untuk mengusung Prabowo dapat terbentuk.
Hingga kini, PAN, PKB dan Demokrat belum bersikap terkait siapa yang akan diusung pada Pilpres mendatang.
"Sekali lagi bagi kami berapapun porosnya kami menghargai. Kami hanya peduli Pak Prabowo maju menjadi calon presiden, dengan koalisi kecil atau besar. Karena itu komunikasi kami dengan partai tidak berhenti," ujarnya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menambahkan pembahasan tengah dilakukan bersama partai-partai lain untuk membangun koalisi.
Menurutnya, pengumuman terkait siapa calon yang akan diusung sebagai capres, hanya tinggal menunggu waktu saja.
"Tunggu waktu saja, yang jelas akhir bulan ini akan kami deklarasikan," ujar Sufmi Dasco.
Tiga Skenario
Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Islam se-Indonesia (ICMI) Bidang Politik Dalam Negeri, Priyo Budi Santoso memaparkan tiga skenario yang mungkin terjadi di Pilpres 2019 mendatang.
Skenario yang pertama, terulangnya Pilpres 2014 yaitu pertarungan dua capres yaitu Jokowi menghadapi Prabowo Subianto.
"Skenario yang mungkin terjadi yang pertama adalah mengulang Pilpres 2014 yaitu pertarungan Joko Widodo dan Prabowo Subianto, pertarungan `head to head'. Dan skenario yang kedua adalah munculnya poros ketiga yang dimotori Partai Demokrat, PKB, dan PAN," kata Priyo.
"Kehadiran poros ketiga sebenarnya bagus bagi demokrasi Indonesia karena memberi semakin banyak pilihan kepada masyarakat," ungkapnya.
Baca: Keluarga Tak Ingin Baasyir Dipenjara, Maunya Dirawat di Rumah Saja
Dan skenario ketiga yang mungkin terjadi menurut Priyo Budi Santoso adalah hanya adanya satu calon presiden atau calon tunggal.
Menurut Priyo hal itu kemungkinan besar terjadi lantaran keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mensyaratkan parpol gabungan harus memiliki suara minimal 20 persen untuk mengajukan capres dan cawapres.
"Itu sangat mungkin terjadi, yang tidak memiliki jumlah suara sebanyak itu dipaksa masuk ke dalam poros partai lain. Siapa tahu juga Jokowi dan Prabowo menjadi satu," ujar dia. (tribun network/fitri wulandari/taufik ismail/rizal bomantama/yat)