TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini presiden Joko Widodo didesak turun tangan dan memerintahkan anak buahnya untuk mengatur transportasi online dan hak-hak para pekerjanya.
"Pemerintah kini hanya mampu melahirkan peraturan-peraturan prematur yang malah semakin menekan para pekerja transportasi online,"ujar Sekretaris Jenderal Jaringan Aktifis Pro Demokrasi, Satyo P dalam pernyataannya, Senin(19/3/2018).
Satyo juga mengkritik besarnya animo masyarakat untuk bekerja di sektor transportasi online justru dianggap pemerintah sebagai solusi dan tuntutan dari mereka akan berkurang.
Padahal faktanya, masyarakat mengambil peluang bekerja di sektor transportasi online, justru karena sulitnya lapangan pekerjaan, dimana negara tidak hadir dan memberikan solusi.
"Kedunguan pemerintah justru dianggap angin surga oleh para pelaku usaha transportasi online, para pekerja hanya dianggap sebagai mitra untuk menghilangkan kewajiban aplikator memberikan hak para pekerja, entah sebatas hubungan kerja atau jaminan sosial bagi mereka. Pekerja transportasi online yang biasa disebut sebagai driver atau pengemudi,"kata Satyo.
Lambannya pemerintah lanjut Satyo juga semakin terlihat ketika aplikator yang kabarnya tidak bayar pajak ini membuat peraturan seenaknya dan dengan mudahnya menghukum para driver dengan kalimat “suspend” sehingga hilang sudah harapan para pekerja ini untuk sekedar mencari kebutuhan primernya.
"Praktik kerja kontrak dan outsourcing menambah pelik permasalahan, karena buruh tak lagi memiliki nilai tawar untuk sekedar bekerja, apalagi berpikir untuk memiliki hunian, pedih, tercabik serasa darah telah habis tumpah di jalanan begitulah isi hati buruh. Lalu hadirnya transportasi online yang seharusnya bisa menjadi solusi dan lapangan kerja baru malah tidak dianggap penting oleh pemerintah republik ini,"ujar Satyo.
Satyo juga menyoroti banyaknya pekerja asing yang datang ke Indonesia, sementara banyak pekerja pribumi justru kesulitan mencari pekerjaan.
"Belum puas dengan segala ciptaan haramnya, neolib turut pula menghabisi industri dan para pekerja asli Indonesia, jumlah buruh asing yang menggunung membuat buruh lokal bahkan nyaris tidak memiliki harapan untuk sekedar bekerja dan mencari penghidupan di tanah airnya sendiri. Sebanyak 7,1 juta jumlah penganggur dianggap menurun oleh si boneka dan para pembantunya, entah benar entah tidak, mengingat ribuan perusahaan industri gulung tikar dan jumlah pencari kerja yang terus bertambah setiap tahunnya,"kata Satyo.