Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) ramai dibicarakan publik sejak disahkan pada Kamis (15/3/2018) lalu, 30 hari sejak Presiden Joko Widodo tidak menandatangani putusan hasil sidang Paripurna DPR itu.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karsus menilai revisi UU MD3 sebagai bukti ketidakmampuan anggota parlemen untuk menghasilkan sesuatu yang bermakna.
"DPR sejak dilantik sampai 4 tahun kerja belum bisa menghasilkan hal yang berarti. Justru tahun ke-4 luncurkan UU MD3 yang diprotes publik. Ini sekaligus menunjukan level anti-klimaks dari DPR yang tidak pernah klimaks," ujar Lucius pada diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (25/3/2018).
Baca: Curhat Keluarga Korban Pembunuhan Sopir Taksi Online kepada Menhub di Rumah Duka
Lucius juga mempersoalkan pasal 84 ayat (1) dan 15 ayat (1) UU MD3 tentan penambahan kursi di DPR dan MPR. Ia menilai hal tersebut tidak memberi efek berarti pada kinerja DPR dan hanya dijadikan ajang pembagian jatah kursi.
"Efek (penambahan kursi) banyak fasilitas tambahan mulai dari honor hingga fasilita pimpinan. Ini tidak memastikan kinerja bertambah baik. Karena dari sisi kebutuhan sulit dipertanggungjawabkan, yang tersisa tidak lebih upaya bagi-bagi jatah semata," ucap Lucius.
Dengan diangkatkan pimpinan baru, kata Lucius, akan semakin menambah ruang kosong pada komisi. Ia mengatakan tujuan penambahan tidak jelas dan akan menambahkan jumlah anggota menganggur setelah jadi pemimpin..
Baca: Membaca Gestur Jokowi dengan Airlangga Saat Olahraga Bersama di Tahun Politik
"Ruang komisi kosong tidak ada lagi kerjaan susun legislasi mengawasi anggaran dan hal yg dilakukan komisi. Ini memberikan jabatan ke alat kelengkapan yang kinerjanya rendah. Jadi ini tidak lebih dari pembagian jatah semata," tutur Lucius.
Untuk diketahui, MPR akan melantik tiga pimpinan baru sebagai Wakil Ketua MPR sebagai hasil dari revisi UU MD3. Ketiga pimpinan baru tersebut adalah Ahmad Basarah (PDIP), Muhaimin Iskandar aliad Cak Imin (PKB) dan Ahmad Muzani (Gerindra).