Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menarik sejumlah obat yang diduga mengandung enzim babi atau tidak halal dari pasaran.
Dia memberikan waktu satu bulan, agar BPOM bisa mengatasi masalah ini. Senada dengan Dede, sejumlah Anggota Komisi IX DPR RI pun meminta BPOM menarik obat dengan kandungan zat yang berasal dari babi.
“Kami memberikan tenggat waktu satu bulan, agar BPOM menarik obat yang mengandung enzim babi secara massal,” ujar Dede dalam keterangan persnya kepada Parlementaria, Selasa (27/3/2018).
Politisi Partai Demokrat itu menjelaskan, hingga saat ini Komisi IX masih menerima keluhan dari masyarakat mengenai beredarnya produk obat yang mengandung babi di pasaran.
“Kami menerima keluhan dari masyarakat bahwa di antara 13 produk enzim, masih ada yang dijual secara dalam jaringan (daring) atau online. Ini harus ditarik dari pasaran, baik sifatnya penjualan luar jaringan ataupun daring,” ungkap Dede.
Dia menjelaskan produk obat maupun suplemen tergolong produk farmasi yang sensitif, apalagi telah terjadi kasus kontaminasi kandungan babi.
“Masalahnya kan mengandung babi. Memang benar, banyak obat mengandung babi, tetapi khusus Indonesia negara yang mayoritas muslim perlu diberikan kata-kata mengandung babi. Biasanya ada kode tertentu, sehingga masyarakat bisa menentukan sendiri dia mau menggunakan produk itu atau tidak,” tegas Dede.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Hang Ali (Fraksi PAN) juga menilai BPOM kurang transparan dalam menyikapi kasus produk enzim yang tercemar DNA babi.
“Selama ini yang ramai kan dua produsen, nyatanya ada 15 produsen. Produknya juga mengandung pancreatin. Dari 13 produk, satu katanya tidak terbukti, empat mengembalikan izin edar dan tarik produk. Nah yang 13 ini kasusnya apa, harus dijelaskan. Jangan diam-diam saja. Jangan-jangan kasusnya sama,” kata Ali.
Menurutnya, BPOM harus bertanggung jawab terhadap masyarakat, apalagi negara ini konsumennya mayoritas muslim. Pihaknya mendesak BPOM untuk memperketat pengawasan di lapangan dari hulu. Apalagi diketahui Indonesia masih sebagian besar mengandalkan bahan baku farmasi dari luar negeri.
Senada dengan itu, Anggota Komisi IX DPR RI Marinus Gea (Fraksi PDI Perjuangan) juga mempertanyakan 13 produk enzim yang masih diperdagangkan secara online. “Kami minta untuk yang masih memproduksi, itu harus dihentikan dan tidak boleh diteruskan. Tidak boleh dibiarkan, semua harus ditindak. BPOM tidak boleh tebang pilih, nanti kesannya ada sesuatu,” kata Marinus.(*)