Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setya Novanto dituntut pidana selama 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK pada Kamis (29/3/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Bersamaan dengan pembacaan tuntutan, istri Setya Novanto yakni Deisti Astriani Tagor langsung meneteskan air mata.
Pantauan Tribunnews.com, Deisti yang hadir di persidangan itu awalnya tampak tegar mendengar tuntutan jaksa terhadap suaminya.
Namun kesedihan tidak bisa ditutupi, beberapa kali Deisti tampak mengusap air mata yang jatuh di pipinya.
Untuk menguatkan Deisti, keluarga dan teman-teman Deisti langsung merangkul dan menggenggam tangan Deisti dengan erat.
Baca: Dituntut 16 Tahun Penjara, Setya Novanto: Terima Kasih yang Mulia
Tidak hanya Deisti yang bersedih, keluarga yang lain juga banyak yang meneteskan air mata hingga menangis sesenggukan.
Usai persidangan, seluruh keluarga Setya Novanto kompak bungkam.
Dengan wajah berkaca-kaca mengindari sorotan anak media, mereka memilih berlalu meninggalkan ruang sidang.
Sementara itu, Setya Novanto menyatakan menghargai tuntutan jaksa penuntut umum.
"Terima kasih yang mulia. Kami tetap menghargai apa yang menjadi rumusan daripada penuntut umum. Kemudian kami akan menyampaikan pledoi baik pribadi maupun melalui penasihat hukum," ucap Setya Novanto.
"Berarti saudara mau mengajukan pledoi sendiri dan penasihat hukum sendiri. Baik kita agendakan sidang berikutnya pada Jumat 13 April 2018," kata Ketua Majelis Hakim Yanto.
Diketahui di sidang hari ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK. Selain pidana penjara, Setya Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor memutuskan menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," kata jaksa KPK, Abdul Basir saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor.
Selain itu, jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan membayar USD 7,435 juta dikurangi uang Rp 5 miliar yang telah dikembalikan melalui rekening Komisi Pemberantasan Korupsi selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta benda terdakwa akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk selanjutnya menjadi milik negara.
"Apabila harta benda tidak mencukupi untuk membayar, maka diganti dengan pidana selama tiga tahun. Menjatuhkan pula pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun," ujar jaksa.
Dalam merumuskan tuntutan, jaksa juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Hal yang memberatkan ialah perbuatan Setya Novanto tidak mendukung program pemerintah, perbuatannya menimbulkan kerugian negara serta tidak koperatif dalam penyidikan dan persidangan.
Sementara itu hal yang meringankan ialah Setya Novanto belum pernah dihukum sebelumnya dan berlaku sopan selama menjalani persidangan.
Dalam persidangan, jaksa KPK berpendangan Setya novanto terbukti secara sah dan meyakini ikut terlibat dalam pengondisian proyek e-KTP.
Mantan Ketua Umum Golkar ini dinilai telah menyalahgunakan wewenang sebagai penyelenggara negara untuk mengkondisikan proyek e-KTP.
Setya Novanto juga terbukti menerima uang proyek e-KTP sebesar 7,3 juta Dollar AS. Yang bersangkutan dinilai menggunakan Made Oka dan Irvanto sebagai perpanjangan tangan untuk menerima uang e-KTP.
Selain itu, Setya Novanto juga terbukti secara sah dan meyakinkan menerima jam Richard Mille seharga Rp 1,3 miliar yang berasal dari Johanes Marliem.