Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum UGM, Nurhasan Ismail, menyatakan tidak perlu adanya revisi undang-undang Nomor 22 yang sudah mengatur angkutan umum tidak dalam Trayek.
Menurutnya, hal tersebut untuk bisa mengakomodasi angkutan daring yang selama ini telah menjamur di tanah air.
Baca: Pasar Kerja Sektor Formal di Singapura Harus Dimanfaatkan
"Sebenarnya yang diperlukan adalah peraturan pelaksanaan dari angkutan umum tidak dalam trayek ini yang selama ini sudah ada aturannya itu, yaitu Permen (Peraturan Menteri) yang sudah diganti tiga kali dan akan diganti lagi rencananya. Meskipun menurut saya substansinya tidak signifikan," ujar Nurhasan Ismail.
Nurhasan menjelaskan, bahwa angkutan online ini menyangkut empat lintas sektoral.
Pertama ada kepentingan ketenagakerjaan, kepentingan keselamatan baik pengemudi ataupun penumpang yang ini tentu ranahnya Kementrian Perhubungan.
Baca: Sebelum Ditusuk, Pelaku Benturkan Kepala Pensiunan TNI AL Berkali-kali
Kemudian yang ketiga transportasi online termasuk penyediaan aplikasinya berbasis teknologi, mesti di bawah kontrol Kementrian Komunikasi dan Informasi.
Terakhir aspek keempat yaitu, jaminan keselamatan pengemudi maupun terhadap penumpang
"Jadi semua ada 4 sektoral yang terkait dengan transportasi online sehingga harusnya itu adalah Peraturan Presiden. Namun tidak mudah membuat Perpres dan perlu waktu," katanya.
Baca: Pelakunya 2 Orang, Pembunuhan Pensiunan TNI AL di Cilandak Diduga Terkait Postingan di Media Sosial
Menurutnya, yang diperlukan sekarang adalah komitmen dari Kementrian Komunikasi dan Informasi atas Permenhub yang ada mengenai peranan mereka untuk ikut mengontrol dan mengawasi perusahaan aplikasi.
Dirinya menyarankan pemerintah daerah juga harus diberi peranan untuk mengatur keunikan masalah transportasi online yang ada di wilayah masing-masing.