TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesempatan orang kaya Indonesia menyembunyikan hartanya dari pajak semakin sempit.
Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak memastikan mengaku sudah siap jalankan pertukaran informasi keuangan lintas negara dalam rangka perpajakan otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Sejumlah negara atau yurisdiksi yang dulunya dikenal sebagai surga pajak atau tax haven untuk menyembunyikan harta dan aset wajib pajak juga dipastikan ikut dalam program ini.
Ditjen Pajak menyebut: ada 79 yurisdiksi/lokasi yang termasuk dalam daftar partisipan AEoI.
Yurisdiksi partisipan adalah wilayah/daerah/negara yang ikut berpartisipasi atas berlakunya undang-undang atau aturan yang sama. Kata pajak, daftar partisipan dan wilayah tujuan pelaporan, serta daftar jenis lembaga keuangan nonpelapor, dan jenis rekening keuangan yang dikecualikan juga sudah dipastikan ikut.
"Masuk dalam daftar yurisdiksi yang akan menyampaikan informasi keuangan kepada Indonesia antara lain Australia, Belanda, Bermuda, British Virgin Island, Cayman Islands, Hong Kong, Inggris, Jepang, Luxembourg, Panama, China, dan Singapura,” jelas Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/4).
Dari daftar negara-negara yang disebutkan Hestu, beberapa negara terkenal sebagai tax haven. Ini adalah istilah bagi negara yang memberikan suaka perpajakan atau memberikan tarif pajak super rendah hingga 0%.
British Virgin Island, Cayman Islan, Panama, Hong Kong hingga Singapura disebut sebagai negara surga pajak, Negara-negara itu juga kerap sisebut dalam berbagai investigasi, seperti Offshore Leaks tahun 2013, Panama Paper tahun 2016, serta Paradise Paper 2017.
Cegah penghindaran
Menurut Hestu, saat ini ada 146 negara yang menyatakan komitmen melaksanakan pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau AEoI. Sebanyak 102 negara, termasuk Indonesia telah menyatakan komitmen menerapkan AEoI pada 2017 atau 2018. Sedangkan tiga negara atau wilayah akan menerapkan pada 2019 atau 2020 dan 41 yurisdiksi akan menerapkan pada waktu yang belum ditentukan .
Dari 102 negara yang telah atau akan menerapkan AEoI pada 2017 atau 2018, terdapat 22 yurisdiksi yang belum memenuhi persyaratan. Sebanyak lima negara di antaranya masih harus menandatangani Bilateral Competent Authority Agreement.
Dengan demikian, hanya 79 yurisdiksi yang memenuhi kategori negara partisipan. Dari 79 yurisdiksi partisipan tersebut, Indonesia akan melakukan pertukaran secara timbal balik atau resiprokal dengan 69 negara pada September 2018.
Sisa 10 negara lain terdiri dari lima negara memilih untuk mengirimkan informasi kepada Indonesia secara nonresiprokal. Artinya, pertukaran informasi berlangsung tanpa melalui permintaan dimulai pada September 2018. Lalu, lima negara akan bertukar secara resiprokal mulai September 2019.
Baca: BPOM Klaim Peredaran Ikan Makarel Bercacing sudah Dikendalikan
"Daftar yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan akan diperbarui sesuai dengan perkembangan jumlah yurisdiksi yang terikat dalam perjanjian internasional dengan Indonesia," jelas Hestu.
Pakar perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menganalisa, pertukaran data antar negara bisa mencegah aktivitas penyembunyian dana di luar Indonesia.
Apalagi negara yang sudah siap bertukar data adalah negara yang kerap terindikasi sebagai tempat parkir dana global, termasuk dari Indonesia. "Ini akan efektif mencegah penghindaran pajak," jelasnya.
Bawono optimistis kerjasama ini bisa mendongkrak kinerja pajak. Pasalnya, dari kerjasama pertukaran data tersebut, Ditjen Pajak juga bisa mendapatkan informasi lain yang dibutuhkan.
Berita ini sudah tayang di kontan berjudul Makin sulit sembunyikan harta dari pajak