Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Hak Asasi Manusia Usman Hamid memandang wacana mengembalikan Polri di bawah kendali TNI semakin memundurkan agenda reformasi jauh ke belakang.
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu tugas TNI dan Polri sangat berbeda.
TNI, kata Usman, dilatih, dididik, didanai, dan dipersenjatai sebagai alat negara di bidang pertahanan negara.
Sasaran TNI, kata dia, adalah ancaman nyata dari musuh luar negeri.
Sedangkan Polri, lanjutnya, dilatih, dididik, didanai, dan dipersenjatai sebagai alat negara di bidang keamanan.
Sasaran Polri, sambung Usman, adalah tantangan dalam negeri seperti pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum.
Baca juga: PP Persatuan Islam Respon Usul Polri di Bawah TNI atau Kemendagri: Cederai Semangat Reformasi
Menurut Usman, cita-cita Reformasi mendasari pemisahan Polri dari TNI/ABRI.
Sehingga, lanjut Usman, integrasi kedua institusi tersebut akan membuat keduanya sama-sama tidak profesional.
Bahkan menurutnya sekarang saja masih ada banyak kasus penyimpangan dari tugas pokok dan fungsi berbeda tersebut.
"Wacana itu jelas semakin memundurkan reformasi jauh ke belakang," kata Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (1/12/2024).
Baca juga: PKB Minta Polri Koreksi Diri Usai Muncul Istilah Partai Coklat di Pilkada 2024
Usman juga pernah menyampaikan catatannya terkait 26 tahun reformasi pada Mei 2024 lalu.
Ia memandang saat itu reformasi telah berjalan putar balik setelah 26 tahun.
Usman mengatakan pada Selasa (21/5/2024) lalu, seharusnya menandai 26 tahun lahirnya era reformasi yang menjadi sebuah tonggak penting dalam sejarah Indonesia.