TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim KPK batal menangkap Bupati Bandung Barat Abubakar di rumahnya, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (10/4/2018) sore.
Hal itu lantaran karena sang bupati memelas agar tidak ditangkap dengan dalih sakit dan hendak kemoterapi di rumah sakit.
Namun, tak lama kemudian, dia bersama istri, Elin Suharliah, menggelar jumpa pers membantah penangkapannya dan menyebut itu isu berbau politik.
Baca: Facebook Tanggapi SP 2 Pemerintah Indonesia
Demikian diungkapkan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/4/2018) malam.
Baca: Kyle Walker Tampil dengan Kaos Kaki Bolong-bolong untuk Hilangkan Rasa Sakit Otot
Saut menceritakan, pada Rabu kemarin, Abubakar merupakan target ketujuh dalam rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan praktik suap di lingkungan Pemkab Bandung Barat.
Pada pukul 17.00 WIB, tim KPK mendatangi Abubakar di rumah pribadinya di Jalan Mutiara 1, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jabar, untuk menangkap sang bupati. Saat itu, Abubakar memohon agar tidak ditangkap karena hendak kemoterapi sakitnya dan dalam kondisi tidak fit.
Atas dasar kemanusian, tim KPK mengabulkan permintaan Abubakar. Tim melakukan pemeriksaan Abubakar di rumahnya itu dan berkoordinasi dengan dokter pribadinya.
Untuk kepentingan penyelidikan, tim KPK hanya meminta Abubakar menandatangani surat pernyataan untuk bersedia datang ke kantor KPK setelah kemoterapi sakitnya selesai.
Namun, beberapa jam kemudian atau sekitar pukul 21.00 WIB, Abubakar bersama istrinya, Elin Siharliah, mengundang para wartawan dan menggelar jumpa pers. Dia menyampaikan ke media massa bahwa penangkapan dirinya adalah tidak benar. Dia juga menyebut isu itu berbau politik pencalonan istrinya sebagai calon bupati Bandung Barat.
Baca: Kyle Walker Tampil dengan Kaos Kaki Bolong-bolong untuk Hilangkan Rasa Sakit Otot
"Namun, yang bersangkutan malah memuat pernyataan pers malam harinya dan menyebut KPK hanya mengklarifikasi isu tertentu dan menyanggah isu tersebut," jelas Saut.
Dan pada Kamis sore, akhirnya Abubakar bersedia berangkat ke Jakarta untuk diperiksa di kantor KPK. Tim KPK yang berada di sekitar Abubakar hanya bertugas memastikan sang bupati mememuhi janjinya sebagaimana surat pernyataan yang ditandatangani sebelumnya.
Palak Kepala Dinas untuk Biaya Pilkada Istri
Setelah memeriksa enam orang yang terjaring dalam OTT di Bandung Barat, akhirnya pihak KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka penerima suap.
Bupati Bandung Barat Abu Bakar ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sementara, tiga pejabat Pemkab Bandung Barat sekaligus anak buah Abubakar ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Barang bukti yang ditemukan dari tiga anak buah Abubakar yakni uang tunai sebesar Rp 435 juta. Uang tersebut diduga bagian yang disiapkan mereka untuk Abubakar sebagaimana permintaan sebelumnya.
KPK menerima suap untuk kepentingan Pilkada. Duit haram itu disebut digunakan terkait pencalonan istrinya, Elin Suharliah, yang maju dalam Pilbup Bandung Barat.
"Diduga ABB (Abu Bakar) meminta uang ke sejumlah kepala dinas untuk kepentingan pencalonan istrinya, Elin Suharlian, sebagai Bupati Bandung Barat 2018-2023," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.
Saut mengungkapkan bahwa permintaan Abubakar ini diungkapkan dalam beberapa pertemuan antara dirinya dengan Kepala SKPD pada bulan Januari, Februari, dan Maret.
"Ada salah satu yang mengatakan bahwa telah terjadi pemerasan. Tapi, kami masih akan mendalami motif lainnya. Belum bisa kami pastikan apakah ada pemerasan atau seperti apa?" kata Saut.
Uang yang dikumpulkan para anak buah di antaranya akan digunakan untuk membayar lembaga survei yang digunakan untuk menghitung elektabilitas istrinya.
"Hingga April, Bupati terus menagih permintaan uang ini salah satunya untuk melunasi pembayaran ke lembaga survei," jelas Saut.
Akhirnya untuk mengumpulkan uang tersebut, Abubakar meminta pertolongan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Barat, Weti Lembanawati (WLW) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung Barat, Adiyoto (ADY).
"WLW dan ADY bertugas untuk menagih ke SKPD sesuai janji yang disepakati," tambah Saut.
Hingga akhirnya, mereka terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar penyidik KPK, kemarin malam, Selasa (10/4/2018).
Atas perbuatannya, Abubakar, Weti, dan Adiyoto dijerat melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan, Asep diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Tribun network/ryo/fah/coz)