Di ujung pembelaannya, Setya Novanto sempat tersedu-sedan beberapa kali, saat menyebut isteri dan anak-anaknya.
Setya Novanto memapar berbagai bantahannya terhadap dakwaan jaksa, dan menyangkal terlibat dalam korupsi itu, dan justru menyalahkan Kementerian Dalam Negeri.
Dalam sidang terdahulu, Setya Novanto menyebut sejumlah nama yang disebutnya menerima aliran dana korupsi KTP Elektronik. Ia bahkan menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung turut menerima aliran dana sebesa masing-masing $500.000 AS, kendati ia menyebut hanya mengetahuinya berdasarkan penuturan pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong menemuinya di rumahnya
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sementara Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat itu adalah anggota DPR.
Baik Puan Maharani maupun Pramono Anung membantah mentah-mentah pernyataan Setya Novanto, yang mereka sebut sebagai akal-akalan belaka untuk mendapat status 'justice collaborator,' agar mendapat tuntutan hukum ringan.
Pengacara Setya Novanto berkali-kali menyatakan perlunya jaksa memberi status justice collaborator itu. Sementara jaksa dan KPK menganggap, selama ini Setya Novanto tidak sungguh-sungguh untuk membongkar lebih jauh kasus itu. Itu ditunjukan dengan berbagai manuver Setya Novanto untuk menghindari hukum.
Setya Novanto didakwa secara bersama-sama melakukan perbuatan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp2,3 trilliun dalam proyek pengadaan KTP Elektronik pada tahun anggaran 2011-2013.
Mantan ketua umum Golkar ini dianggap memiliki pengaruh untuk meloloskan jumlah anggaran KTP Elektronik ketika dibahas di Komisi II DPR RI pada 2011-2012.
KPK pernah beberapa kali memberikan status justice collaborator kepada terdakwa kasus korupsi, mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP Agus Tjondro Prayitno dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 lalu.
Agus divonis bersalah namun mendapat pembebasan bersyarat.