TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Eksekutif MAARIF Institute Fajar Riza Ul Haq menjalani proses pengujian bakal calon legislatif (bacaleg) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Minggu (22/4/2018) kemarin, di Kantor DPP PSI, Jalan Wahid Hasyim No. 186-188, Jakarta Pusat.
Fajar menjelaskan visi, misi, dan program-programnya di hadapan juri independen yang terdiri dari tokoh-tokoh ternama nasional, seperti Goenawan Mohamad (tokoh pers nasional, intelektual), Djayadi Hanan (ahli perbandingan politik dan lembaga politik), serta Grace Natalie (Ketua Umum DPP PSI).
Seperti diketahui, dalam melakukan penjaringan bacaleg PSI menerapkan proses penjurian independen. Hal ini merupakan langkah baru dalam proses rekrutmen politisi yang dilakukan partai politik di Indonesia.
Fajar Riza Ul Haq sendiri mengaku mengambil keputusan untuk hijrah ke dunia politik setelah melakukan perenungan panjang dan proses bertukar pikiran dengan keluarga serta para koleganya.
“Saya sangat menghargai dan berterima kasih atas semua masukan dan saran terhadap keputusan politik ini,” katanya ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (23/4/2018).
Menurut Fajar, keputusannya hijrah ke politik dan memilih PSI sebagai rumah perjuangannya berangkat dari hasil pengamatannya terhadap PSI. Fajar melihat sebagai partai yang dimotori kekuatan anak-anak muda, PSI senapas dengan idealisme dan perjuangannya selama ini di jalur kultural.
Sebelumnya, Fajar dikenal publik sebagai Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Muhadjir Effendy untuk Bidang Kerja Sama Antar Lembaga.
Fajar juga merupakan pengurus di PP Muhammadiyah, ia dipercaya mengemban amanat sebagai Sekretaris Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah untuk periode 2015-2020.
Sejak 2006 lalu, Fajar juga telah berkiprah di MAARIF Institute sebagai Direktur Program dan kemudian menjadi Direktur Eksekutif selama enam tahun (2010-2016).
Bulat Memilih PSI
Fajar mengatakan, setidaknya ada dua alasan dirinya memutuskan bergabung dengan PSI. PSI, menurutnya, memiliki komitmen kuat untuk memudakan kembali spirit berdemokrasi dan berpartai politik di tengah rendahnya kepercayaan publik, terutama generasi muda, terhadap partai politik.
“PSI lahir setelah 20 tahun reformasi bergulir. Ada banyak kemajuan namun tidak sedikit masalah timbul yang berpotensi membawa bangsa ini jalan di tempat atau bahkan mundur, seperti persoalan intoleransi, korupsi, ketimpangan ekonomi, dan ketidakadilan sosial. Kehidupan demokrasi kita tidak akan sehat tanpa kehadiran partai politik yang sehat. Tantangan inilah yang dijawab oleh PSI,” papar Fajar.
Alasan kedua, Fajar menilai PSI menjalankan praktik politik yang mengedepankan partisipasi publik, meritokrasi, antikorupsi, dan berkomitmen terhadap toleransi.
“PSI adalah antitesis dari apatisme publik terhadap partai, utamanya di kalangan generasi muda. Sebaik-baiknya partai politik adalah yang berhasil melibatkan partisipasi publik, melembagakan nilai-nilai keadaban publik, dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Tujuan luhur inilah yang akan ditunaikan PSI,” imbuhnya.