Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, masih terlalu rendah.
"Menurut kami vonis 15 tahun rendah," ujar Koordinator Divisi Investigasi ICW, Febri Hendri, kepada Tribunnews.com, Selasa (24/4/2018).
Apalagi menurut Febri Hendri, berdasarkan fakta persidangan banyak terungkap peran Setya Novanto dalam kasus E-KTP yang menyebabkan kerugian negara sampai triliunan rupiah.
Baca: Setya Novanto Divonis Lebih Ringan, PDIP: Kita Hormati Keputusan Pengadilan
Selain itu, kasus korupsi E-KTP ini juga menyebabkan masyarakat tidak mendapat E-KTP yang bagus.
"Dengan demikian, seharusnya jaksa penuntut harus menuntut dengan penjara maskimal yakni 20 tahun dan hakim memenuhi tuntutan jaksa penuntut," katanya.
ICW juga menyayangkan pencabutan hak politik terhadap Setya Novanto hanya selama lima tahun.
Baca: Tak Terlihat Politikus Golkar Hadir, Setya Novanto: Ada Kok di Belakang Tidak Pakai Seragam
"Putusan mencabut hak politik 5 tahun menurut kami juga kurang. Harusnya dicabut seumur hidup tidak memiliki hak politik lagi untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan politiknya," jelasnya.
Lebih jauh menurutnya, kalau hukuman maksimal yang diganjarkan majelis hakim, maka Setya Novanto terdorong untuk menyeret pelaku utama serta penerima aliran dalam kasus tersebut melalui program justice collaborator.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun pidana penjara kepada terdakwa korupsi proyek pengadaan KTP-el, Setya Novanto, pada Selasa (24/4/2018).
Baca: Korban Bom Thamrin dan Kampung Melayu Tuntut Uang Kompensasi di Sidang Aman Abdurrahman
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU KPK sebelumnya.
Ketua Majelis Hakim Yanto menilai mantan ketua DPR RI itu terbukti secara sah dan meyakinkan telah terlibat korupsi proyek e-KTP.