Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pariera menilai tingginya elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejalan dengan kinerjanya yang dinilai positif publik.
Hal tersebut tercermin dengan berbagai hasil survei, seperti Survei Litbang Kompas baru-baru ini.
Dikutip dari Kompas, Senin (23/4/2018), responden yang memilih Jokowi apabila pilpres digelar saat ini mencapai 55,9 persen.
Baca: Jokowi Bertemu Alumni 212, Tjahjo Kumolo: Jokowi Presiden yang Merangkul Semua Pihak
Angka tersebut meningkat dibandingkan enam bulan sebelumnya yanng mencatat elektabilitas Jokowi masih berada di angka 46,3 persen.
"Tidak mengejutkan calon petahana melaju sendiri melampaui calon-calon lain karena memang selama ini Presiden Jokowi mendominasi karya dan prestasi kerjanya di Republik ini," ujar Andreas Pareira kepada Tribunnews.com, Rabu (25/4/2018).
Baca: Romahurmuziy: Saya Agak Sulit Membayangkan Jika Dipinang Jokowi
Sementara tokoh-tokoh oposisi yang diharapkan muncul dari partai-partai di luar pemerintahan, dia melihat, tidak memainkan peran dengan baik.
Menurutnya cenderung “menyeruduk” menyerang pemerintah secara membabi buta tanpa argumentasi yang jelas.
"Sehingga hasil ini paling tidak refleksi aspirasi masyarakat sementara ini," jelasnya.
Atas hal tersebut ia optimis apabila situasi berjalan tetap, elektabilitas Jokowi dalam tiga bulan, enam bulan, bahkan setahun ke depan akan meningkat terus melampaui 60 persen.
Baca: Pengamat: Sosok dan Kepuasan Publik Terhadap Pemerintahan Jokowi Dongkrak Elektabilitas PDIP
"Sehingga relatif aman menuju pilpres 2019," ucapnya.
Tantangan terberat Jokowi pada masa-masa yang akan datang, bukan pada Capres penantang, menurutnya.
Karena harus diakui kata dia, tidak ada satu tokoh nasional pun saat ini yang mempunyai kinerja atau pernah mempunyai kinerja yang menjadi modal sosial, selain Jokowi.
"Lawan Jokowi pada masa yang akan datang adalah isu, rumors atau slogan-slogan black campaign yang diarahkan pada diri Jokowi," ujarnya.
Selain itu, maraknya politik identitas dan populisme sebagai jalan pintas menyediakan panggung bagi “kompetitor” Jokowi dalam pemilihan Presiden.
"Situasi ini yang kita hadapi dalam peta politik nasional saat ini adalah Jokowi sedang “shadow boxing” menghadapi politik identitas dan populisme," jelasnya.
Survei Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Presiden Jokowi mengalami kenaikan.
Sementara elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menjadi penantang terkuat petahana justru mengalami penurunan.
Dikutip dari Kompas, Senin (23/4/2018), responden yang memilih Jokowi apabila pilpres digelar saat ini mencapai 55,9 persen.
Angka itu meningkat dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, elektabilitas Jokowi masih 46,3 persen.
Sementara itu, potensi keterpilihan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto 14,1 persen, turun dari hasil survei enam bulan lalu yang merekam angka 18,2 persen.
Survei ini dilakukan pada 21 Maret-1 April 2018 sebelum Prabowo menyatakan kesiapannya maju sebagai calon presiden di Rakornas Partai Gerindra, 11 April lalu.
Penurunan elektabilitas tidak hanya terjadi pada Prabowo, tetapi juga pada calon potensial lainnya.
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang sebelumnya dipilih 3,3 persen kini jadi 1,8 persen. Calon lainnya semakin susut keterpilihannya menjadi kurang dari 1 persen.
Naiknya elektabilitas Jokowi dan turunnya potensi keterpilihan tokoh-tokoh penantangnya bisa dijelaskan dari dua sisi.
Pertama, naiknya kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Kedua, masih kaburnya kepastian calon penantangnya untuk maju dalam Pemilu 2019.
Survei tatap muka ini dilakukan kepada 1.200 responden secara periodik oleh Litbang Kompas pada 21 Maret-1 April 2018. Populasi survei warga Indonesia berusia di atas 17 tahun.
Reponden dipilih secara acak bertingkat di 32 provinsi Indonesia dan jumlahnya ditentukan secara proporsional.
Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen, margin of error plus minus 2,8 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.