TRIBUNNEWS.COM - Wakapolri Komjen Syafruddin mengakui pihaknya lalai dalam mencegah intimidasi yang terjadi di car free day (CFD) Jakarta, Minggu (29/4/2018).
Menurut Syafruddin, semestinya polisi yang bertugas saat itu memisahkan dua kelompok berbeda pendapat agar tak bertemu.
Yang terjadi justru Polri seolah membiarkan "bentrok" massa yang mengakibatkan adanya intimidasi.
"Itu kemarin Polri juga ada kelirunya kenapa bisa ketemu, dia aparat keamanan di car free day tidak boleh membiarkan pertemuan itu. Artinya mengatur supaya tidak bertemu," kata Syafruddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Mantan ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini mengatakan, sudah menjadi kewajiban Polri melakukan tindakan agar kedua kelompok tersebut tak langsung berhadapan di suatu acara.
Hal itu, kata Syafruddin, menjadi bagian dari tugas polisi untuk mencegah munculnya potensi konflik sosial di masyarakat.
"Saya tujukan pada aparat keamanan, Polri terutama, supaya menjaga untuk dua kelompok yang berbeda itu tidak bertemu, itu tugasnya Polri," lanjut Syafruddin.
Pesan Tegas Wapres
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyayangkan terjadinya dugaan intimidasi sekelompok orang saat Car Free Day di Jakarta pada Minggu pagi.
JK berharap tindakan intimidasi ini tak terulang kembali.
"Janganlah terjadi, kampanye belum waktunya. Belum waktunya sudah ada nuansa kampanye, apalagi, ada semacam intimidasi, kalau itu benar terjadi, saya sendiri tidak lihat ya, jangan terjadi itu."
Rekaman video intimidasi di CFD sebelumnya viral di media sosial.
Tampak sekelompok orang yang mengenakan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden mengintimidasi sejumlah orang yang mengenakan baju putih bertuliskan #DiaSibukKerja.
Salah satu korban adalah seorang ibu yang tengah bersama anaknya.
Ibu yang diketahui bernama Susi Ferawati itu sudah melaporkan tindakan intimidasi tersebut ke Polda Metro Jaya, Senin (30/4/2018).
PSI: membuka peluang teror
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang Digital, Daniel Tumiwa, mengatakan bahwa pelecehan terhadap seorang ibu dan anak dalam acara Car Free Day (CFD) oleh kelompok #2019GantiPresiden merupakan bentuk teror terhadap mereka yang berbeda pilihan politik.
“PSI dengan tegas menyatakan bahwa kaos dan gerakan #2019GantiPresiden adalah gerakan yang membuka peluang lebar untuk tindakan teror,” kata Daniel Tumiwa dalam keterangan tertulis, Selasa (1/5/2018).
Menurut Daniel, PSI hadir untuk semangat anti intoleransi.
“Tindakan #2019GantiPresiden adalah tindakan yang persis menggambarkan mengapa PSI hadir, untuk tidak membiarkan tindakan intoleransi yang ditunjukkan dengan tindakan teror,” kata Daniel Tumiwa.
Itu sebabnya, kata Daniel, PSI mengajak seluruh warga untuk mengumandangkan semangat #KitaTidakTakut yang sempat populer saat terjadinya ledakan bom di Sarinah beberapa waktu lalu.
Dalam video yang beredar ibu yang memakai kaos #DiaSibukKerja itu diintimidasi oleh segerombolan pengguna kaos #2019GantiPresiden.
Sang anak terlihat ketakutan dan menangis.
Sang ibu lalu mengatakan kepada anaknya bahwa mereka tidak takut.
"Kita enggak takut nak, kita benar, kita gak akan pernah takut.”
Daniel mengingatkan, saat ledakan bom Mega Kuningan terjadi pada 2009, generasi muda Indonesia yang menolak intimidasi dan teror, memprakarsai lahirnya Amanat Bersama #IndonesiaUnite.
Amanat tersebut disusun bersama-sama melalui proses Wiki yang berjalan di halaman web IndonesiaUnite selama sepekan.
Lebih dari 2000 orang terlibat merumuskannya secara online.
“Salah satu poinnya adalah generasi baru Indoensia menolak hidup dan tumbuh dengan rasa takut, memilih menjadi pemberani,” kata Daniel Tumiwa.
Pada poin lain ditegaskan bahwa generasi baru Indonesia percaya penuh dengan prinsip demokrasi, kemanusiaan, kesetaraan, saling menghormati dan menolak segala diskriminasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Intimidasi di "Car Free Day", Wakapolri Akui Polisi Keliru", dan Tribunnews.com, PSI: Ibu dan Anak Diintimidasi, Gerakan #2019GantiPresiden Membuka Peluang Teror.