TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tragedi berdarah di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur yang menewaskan satu orang warga lokal dan puluhan orang terluka akibat kekerasan yang dilakukan pihak kepolisian membuat organisasi lingkungan bereaksi keras.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengecam keras aksi kekerasan yang dilakukan oknum kepolisian tersebut.
"Kami mengkritik keras Kementerian ATR/BPN yang selalu menggunakan pendekatan kekerasan dan melibatkan aparat kepolisian atau pihak berwajib lainnya dalam setiap konflik agraria di lapangan," ujar Direktur Eksekutif Walhi NTT Umbu Wulang, di kantor Walhi Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Sebelumnya aktivis lingkungan hidup dan pegiat anti korupsi, Daud Hadi tewas ditangan oknum kepolisian, padahal kekerasan yang sebelumnya ia alami telah dilaporkan ke polisi, namun tidak pernah ditindak lanjuti.
Saat itu, PT Sutra Marosi bersama BPN dikawal oleh ratusan kepolisian bersenjata, kendaraan anti huru-hara, kendaraan taktis penghalau massa, dan 60 lebih brimob melakukan pengukuran.
Pihak keamanan yang melihat warga merekam kegiatan tersebut berusaha merampas handphonenya dan kemudian terjadilah tragedi berdarah tersebut.
"Kalau saja pemerintah mementingkan keamanan yang baik, seharusnya situasinya tidak seolah-olah ada di medan pertempuran," ujar narasumber, Petrus ditempat yang sama.
Atas kejadian keji pihak berwajib tersebut, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menuntut:
1. Presiden Jokowi memanggil Kapolri terkait keterlibatan pihak kepolisian dalam konflik agraria di pesisir Marosi Sumba Barat, NTT.
2. Presiden RI segera membentuk tim independen untuk menyelidiki dan mengungkap kasus penembakan itu; menjamin keterbukaan dalam proses penyelidikan dan ketidak berulangan kejadian penembakan terhadap aktivis atau masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya.
3. Kapolri segera mencopot Kapolres Sumba Barat karena tidak serius melakukan pengungkapan kasus. Ia juga diduga melakukan penipuan dengan menghilangkan proyektil peluru yang ditemukan dilambung korban. Kapolri segera mengambil tindakan tegas kepada anggota kepolisian yang menggunakan peluru tajam maupun yang memerintahkan, dan bertanggung jawab terhadap korps Brimob untuk ikut turun mengintimidasi warga Desa Patiala Bawa.
4. Menteri ATR/BPN mengoreksi kebijakan penggunaan aparat kepolisian dan pendekatan kekerasan bagi kepentingan investasi. Meminta kepala BPN Sumba Barat untuk dicopot dari jabatannya dan diperiksa karena tetap memaksa melakukan pengukuran dengan polisi bersenjata lengkap yang mengakibatkan penembakan dan kekerasan lainnya.
5. Bupati Kabupaten Sumba Barat bertanggung jawab karena tidak mampu memberi perlindungan serta gagal mengantisipasi terjadinya konflik agraria.
6. Pemerintah menghentikan operasi PT Sutrs Marosi.
7. Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan perlindungan terhadap pembela lingkungan hidup dan pejuang agraria, yang akan selaras dengsn keberadaan pasal 66 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.