TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Exposif Strategic, Arif Susanto melihat politisasi suku, agama, ras dan golongan (SARA) merupakan penyakit berulang dalam kontestasi pemilu di Indonesia.
"Politisasi SARA ini selalu bertahan dan terulang dalam pemilu, sejak Pemilu 1999," ujar Arif dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
Menurut Arif, politisasi SARA kerap digunakan untuk memukul lawan dan menangguk dukungan massa pemilih, tetapi belum pernah hal tersebut memicu pembelaan sosial yang begitu masih seperti saat ini.
"Ini terjadi karena ketidakadilan, yang paling disorot yaitu ketimpangan ekonomi, ini menjadi subur untuk bersemi kebencian," tutur Arif.
Arif menilai, politisasi Sara mengekspresikan politik kotor yang dapat menurunkan legitimasi hasil pemilu dan kuaitas demokrasi di Tanah Air.
"Ini dibutuhkan pengembangan literasi politik dan literasi media, juga pemenuhan keadilan sosial, selain itu juga dibutuhkan politik dialogis yang mempetarungkan gagasan politik secara kritis," ujar Arif.