TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid menilai bahwa Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI tidak perlu dibentuk. Pasalnya, pelibatan TNI untuk penanganan terorisme saat ini masih belum perlu diterapkan.
Selain itu juga masalah kerawanan keamanan. Apabila, nantinya terbentuk, pendekatan kekerasan akan meningkatkan militansi pelaku teror.
"Koopssusgab ini menjadi tidak tepat dan menjadi tidak perlu, itu bukan karena soal hak asasi manusia tapi karena alasan keamanan itu sendiri. Pendekatan keamanan yang keras itu justru meninggikan militansi dari pelaku terorisme," kata dia di Kantor KontraS, Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Usman menjabarkan, Koopssusgab dasar hukumnya adalah pasal 41 undang-undang Polri yang mensyaratkan adanya peraturan pemerintah. Tetapi kewenangan koordinasinya tetap ada pada instansi Polri.
"Kalau Pak Moeldoko bilang tidak perlu dasar hukum, itu keliru. Ini urusannya prajurit. Sementara prajurit harus bekerja berdasarkan hukum," tegasnya.
Sebelumnya Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal Purnawirawan Moeldoko mengatakan Koopssusgab telah aktif kembali. Pengaktifan tersebut dilakukan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Koopssusgab sebenarnya telah dibentuk pada saat Moeldoko menjabat Panglima TNI 2015 lalu. Seiring pergantian pimpinan satuan tersebut kemudian tidak terdengar lagi.
Adapun satuan Koopssusgab terdiri dari tiga matra TNI yakni Sat 81 Gultor TNI AD, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI AL, dan Satbravo 90 TNI AU.