Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDIP yang juga merupakan aktivis reformasi 1998, Budiman Sudjatmiko menilai wajar apabila masih ada yang menganggap bahwa Soeharto merupakan presiden paling berhasil di Indonesia.
Menurutnya membandingkan presiden Soeharto dengan presiden lainnya setelah reformasi tidaklah seimbang.
Baca: Unggah Isu Terorisme, Pilot Garuda Indonesia Dinonaktifkan
"Membandingkan presiden presiden setelah reformasi dengan Pak Soeharto, itu seperti membandingkan orang yang punya modal besar, modal waktu besar, modal kekuasaan besar untuk menyelesaikan masalah dibandingkan dengan orang yang modalnya kecil dan waktunya terbatas. Jadi wajar ada persepsi bahwa pak Soeharto cukup berhasil," ujar Budiman di Kawasan, Senayan, Jakarta, Minggu, (20/5/2018).
Menurut Boediman Soeharto memiliki 32 tahun untuk memimpin Indonesia. Sehingga memiliki banyka waktu untuk membangun Infrastruktur dan lainnya.
Sementara presiden-presiden setelah reformasi hanya memiliki waktu yang pendek bahkan ada yang tidak sampai satu periode pemerintahan.
"Jadi wajar kalau dia membangun lebih banyak jembatan, lebih banyak bndungan. dan kuasa lebih besar," katanya.
Selain itu pada era soeharto kekuasaan dilakukan secara terpusat, bahkan DPR dan Mahkamah Agung dikontrol Soeharto.
Sementara di era reformasi, sistem demokrasi sangat dijunjung tinggi, pembangunan juga tidak dilakukan secara terpusat dengan adanya otonomi daerah.
"Jadi ini seperti membandingkan duren dan jeruk," pungkasnya.
Sebelumnya, Lembaga riset Indobarometer melakukan surveinya mengenai evaluasi 20 tahun refomasi.
Dalam survei yang melibatkan 1200 responden tersebut, publik menilai Soeharto merupakan presiden paling berhasil di Indonesia dengan angka 32,9 persen, kemudian disusuk Soekarno 21,3 persen, Joko Widodo 17,8 persen, dan Susilo Bambang Yudhoyono 11,6 persen.
"Hasil tersebut berbeda dengan survei yang digelar 7 tahul lalu di era pemerintahan SBY, dimana publik menilai Soeharto presiden paling berhasil 40,5 persen, SBY 21,9 persen, Soekarno 8,9 persen, Megawati 6,5 persen, Habibie 2 persen, dan Gusdur 2 persen," ujar Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari di Kawasan Senayan, Jakarta, Minggu, (20/5/2018).