TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyayangkan tindakan represif aparat terhadap aktivis mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya di depan Istana Negara dalam rangka merayakan peringatan 20 tahun reformasi, Senin (21/5) kemarin.
"Di era demokrasi sebagai buah dari reformasi, kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin UU, dan saya kira kritikan konstruktif sehat bagi kehidupan berbangsa harus dihargai, " kata Ketum PB HMI, Respiratori Saddam Al Jihad dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (22/5/2018).
Baca: Seribu Jemaah Ahmadiyah NTB Was-was Usai Serangan di Lombok Timur
Saddam mengatakan saat masih ada kritik dalam beragam bentuk, termasuk demonstrasi petanda baik bagi demokrasi. Ia menegaskan, aparat sebagai pengayom rakyat semestinya lebih menekankan pendekatan persuasif dalam berkomunikasi dengan mahasiswa.
"Kritikan dari mahasiswa bukti kecintaan mereka kepada bangsa dan negara ini," ujarnya.
Saddam menambahkan, persoalan kemanusiaan ialah keutamaan bagi demokrasi.
"Ketika hak sipil dibungkam dengan cara-cara yang repsresif, itu artinya Indonesia sedang mengalami krisis kemanusiaan," tegasnya.
Di bulan suci ramadhan yang mulia ini, lanjut Saddam, kita perlu memelihara kedamaian agar tetap terjaga. Demi menghindari hal-hal yang kontraproduktif bagi perbaikan bangsa.
"Saya meminta agar semua pihak menahan diri, aparat juga harus memilih cara yang lebih lunak dalam menghadapi mahasiswa, tidak kemudian bertindak agresif," harap Saddam.
Ia mengimbau agar tindakan represif tidak terulang kembali. Sebab mahasiswa adalah penerus generasi bangsa di masa depan yang akan menggantikan pemimpin hari ini.
Seperti diketahui, sejumlah mahasiswa menggelar Aksi Refleksi 20 tahun Reformasi di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat. Dalam aksi tersebut terjadi kericuhan hingga tujuh mahasiswa dilarikan ke rumah sakit. *