“Dalam RUU ini ditambahkan juga ketentuan pengawasan yang dibentuk dan terdiri dari anggota DPR RI (Pasal 43I), menambah ketentuan pelibatan TNI yang diatur dalam Peraturan Presiden (Pasal 43J), dan menambah ketentuan mengenai definisi terorisme dan saat ini masih dalam perdebatan (Pasal 1 angka 1).”
“RUU juga mengubah ketentuan kejahatan politik dalam Pasal 5 yang mengatur tindak pidana terorisme dikecualikan dari kejahatan politik yang tidak dapat diekstradisi. Sesuai dengan UU No 5 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman Oleh Teroris,” pungkasnya.
Dari hasil laporan M Syafii itu mendapat persetujuan dari seluruh fraksi dan peserta sidang tanpa adanya interupsi.
“Apakah laporan dari Ketua Pansus DPR RI dapat diterima dan disetujui oleh peserta sidang?” tanya Agus Hermanto.
“Setuju,” ujar seluruh peserta rapat.
Agus Hermanto pun secara mantap mengetok pali tanda draf RUU Antiterorisme disahkan.
Menkumham Yasonna H Laoly yang hadir dalam rapat tersebut mewakili Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengatakan menyatakan RUU Antiterorisme ini akan menjadi instrumen penting dalam memberantas tindak pidana terorisme.
“Presiden RI menyatakan persetujuannya atas pengesahan RUU Antiterorisme menjadi Undang-undang sehingga menjadi instrumen penting dalam pemberantasan tindak pidana terorisme,” ujar Yasonna.