Kedua, mengubah sistem keuangan pemerintah.
Menurut dia, saat ini sistem utang pemerintah didasarkan pada bunga utang yang besar dan pengondisian aturan yang menguntungkan para pemberi utang.
Proyek swastanisasi air bisa menjadi contoh. Aturan ini, kata Rizal, menjadi pintu masuk neoliberalisme yang akan berujung ke kapitalisme.
Jika menjadi presiden ia akan memaksimalkan pinjaman dengan bunga rendah seperti tawaran Kuwait dan negara-negara Eropa yang menaruh perhatian pada isu lingkungan.
Jerman, dia menyebutkan, bersedia memotong triliunan utang dengan syarat Indonesia harus menjaga jutaan hektar lahan konservasi.
Ketiga, Rizal juga akan mengubah sistem politik dari demokrasi kriminal menjadi demokrasi yang akuntabel.
Menurut dia, demokrasi yang terjadi saat ini adalah demokrasi kriminal karena membebaskan partai politik mendapatkan dana dari mana saja.
Efeknya, kader partai yang terpilih melakukan korupsi karena harus mendapatkan ganti uang yang telah dikeluarkan untuk biaya politik.
Alhasil saat ini banyak pemimpin daerah dan anggota legislatif yang ditangkap karena korupsi.
Catatan Rizal, selama kurun waktu 2004-2017, ada 392 kepala daerah yang tersangkut hukum.
Ini berbeda dengan demokrasi yang akuntabel, masih menurut Rizal. Partai mendapatkan anggaran dari negara dan dilakukan audit.
Baca: Waduh, Donald Trump Batalkan Sepihak Pertemuan dengan Kim Jong Un
Dengan cara ini partai hanya punya kewajiban mencari kader terbaik untuk membawa kesejahteraan rakyat. Cara ini banyak dipakai di negara-negara Eropa.
Keempat, Rizal juga berjanji, jika berhasil memimpin Indonesia, pertumbuhan ekonomi hingga 10% persen atau dua kali lipat dibandingkan saat ini akan dinikmati Indonesia.
Pertumbuhan ini akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat dari US$ 4.000 dollar menjadi US$7.500 pada 2024.
Akankah tawaran program-program Rizal ini akan menarik minat partai dan masyarakat untuk mengusungnya sebagai calon presiden dalam pemilihan presiden 2019 mendatang?