TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Tim Pembela Jokowi (TPJ) menganggap aturan yang mewajibkan pemilih memiliki kartu tanda penduduk elektronnik (e KTP) agar bisa menggunakan hak pilih pada pemilu 2019, jangan sampai menghilangkan hak konstitusional warga negara.
Penyelenggara Pemilu harus memastikan semua pemilih harus bisa menggunakan hak pilih, jangan sampai dikebiri oleh masalah administratif e KTP yang karena sesuatu hal, tidak dapat dimiliki warga pada saat Pemilu.
“Masalah administratif seperti ini bukan kesalahan warga negara,” ujar Koordinator Tim Pembela Jokowi, Nazaruddin Ibrahim, Selasa (29/5/2018).
Pasal 348 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyebutkan, "pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS adalah pemilik e KTP yang sudah terdaftar dan penduduk yang telah memiliki hak pilih".
Data Kemendagri mengungkap, awal Mei 2018 masih ada 11 juta penduduk yang belum merekam e KTP. Hal ini adalah sebuah fakta yang harus menjadi warning kepada pemerintah.
Selain itu, banyak fakta di lapangan warga yang sudah merekam datanya di Disdukcapil, belum menerima maupun memiliki e KTP.
“Bagaimana penyelenggara Pemilu menjamin warga yang memiliki hak dapat menggunakan hak pilih dengan baik tanpa terganggu oleh hambatan administratif? Tanggungjawab ini sebenarnya menjadi kewajiban lembaga seperti Disdukcapil,” papar Nazaruddin.
Penggunaan Surat Keterangan (Suket) tambah Nazaruddin, rentan disalahgunakan. Selain itu, belum cukup informasi yang diterima warga mengenai Suket tersebut.
“Apakah warga negara yang proaktif mengurus Suket atau pihak pemerintah? Sedapatnya warga negara jangan lagi dibebani untuk menyelesaikan masalah-masalah administrasi di luar kewenangan mereka,” kata Nazaruddin lagi.
Menurut Nazar, rencana KPU untuk mencoret pemilih yang belum memiliki E KTP dari daftar pemilih seperti dalam kasus pilkada 2018, menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemilih.
Ditegaskan, masyarakat belum mendapatkan informasi menyeluruh bagaimana proses tersebut dilakukan sehingga tidak merugikan hak politik warga negara.
KPU diminta bekerja keras untuk menyelesaikan masalah ini dengan sisa waktu yang ada sehingga semua pemilih bisa menggunakan hak pilih dalam pemilu 2019 mendatang.
Tersedianya data pemilih yang akurat dan terjaminnya hak politik warga negara, merupakan bagian dari upaya membangun kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.
KPU dipastikan dapat menjamin semua pemilih dapat menggunakan hak pilihnya. " Jika tidak, kami akan mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” tegas Nazaruddin.