TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas penjualan murah aset Dipasena Group setelah berakhirnya tugas Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tahun 2004. Aset yang seharusnya bernilai Rp4 triliun lebih itu dijual hanya dengan harga Rp220 miliar kepada Konsorsium Neptune.
“Ini bagian dari persoalan BLBI yang belum diselesaikan oleh KPK. Padahal kasus ini sudah ada sejak 20 tahun silam,” kata doktor bidang ekonomi lulusani Universitas Airlangga, Surabaya, Effnu Subiyanto, menjawab pertanyaan pers, Rabu (30/5/2018).
Penjualan aset Dipasena yang dijaminkan kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) itu dilakukan melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang berada di bawah kendali Menteri Keuangan pada tahun 2007, tiga tahun setelah pembubaran BPPN.
Effnu yang juga Direktur Koalisi Rakyat Indonesia Reformis (Koridor), menyatakan sudah sepantasnya siapa pun yang terlibat harus ditindak tegas tanpa tebang pilih.
Sementara itu, Persatuan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Dipasena pernah melaporkan dugaan korupsi penjualan aset perusahaan tersebut ke KPK pada tahun 2015. PPA menjual aset Dipasena Group kepada perusahaan asal Thailand Charoen Pokphand melalui Konsorsiun Neptune pada tahun 2007.
Enam aset Dipasena yang dijual adalah PT Dipasena Citra Darmaja, PT Mesuji Pratama Lines, PT Bestari Indoprima, PT Biru Laut Katulistiwa, PT Triwindu Graha Manunggal, dan PT Wahyuni Mandira.
Penjualan aset itu sendiri sebenarnya merupakan bagian dari mekanisme penyelesaian kewajiban BLBI atas nama Sjamsul Nursalim selaku pengendali BLBI berdasarkan kebijakan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang saat itu dipimpin Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti. BDNI telah menyerahkan aset senilai Rp4 triliun kepada BPPN untuk menyelesaikan kewajiban.
Ketika BPPN berakhir masa tugasnya pada tahun 2004, dilakukan penyerahan aset kepada Kementerian Keuangan, yang selanjutnya melalui PPA, menjual aset tersebut. Menurut audit investigatif BPK tahun 2017, aset itu dijual oleh PPA hanya Rp220 miliar.