Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari, mengaku kaget ketika kasus yang menjerat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibawa ke ranah pidana.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSI, Raja Juli Antoni, usai konferensi pers, di kantor DPP PSI, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.
"Pak Hasyim sendiri agak kaget kenapa ini menjadi pidana," ujar Toni, Jumat (1/6/2018).
Toni, begitu ia biasa disapa, mengatakan sempat bertemu dengan Hasyim pada Rabu (23/5), sehari setelah dirinya diperiksa oleh Bareskrim Polri.
Baca: Usai Terbit SP3, Sekjen PSI Mengaku Belum Putuskan Tarik Laporan di DKPP
Mantan Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini mengaku secara inisiatif melakukan silaturahmi ke kantor Hasyim.
"Saya silaturahmi pribadi mendatangi kantor beliau, satu hari setelah saya dipanggil oleh Bareskrim," ungkapnya.
Lebih lanjut, berdasarkan diskusi dengan Hasyim tatkala itu, Toni mengatakan semestinya kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan PSI maksimal dijatuhi sanksi administratif, dengan surat peringatan.
"Maksimum hanya sanksi administratif dengan surat peringatan," tandasnya.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menghentikan penyidikan kasus dugaan tindak pidana pemilu atas Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Bareskrim menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) per tanggal 31 Mei 2018.
Diketahui, hasil penyidikan Bareskrim Polri terhadap dugaan pelanggaran pidana pemilu kampanye di luar jadwal yang dilakukan oleh PSI dinyatakan tidak diteruskan ke proses penuntutan.
Pertimbangannya, terdapat perbedaan keterangan dari anggota KPU Wahyu Setiawan pada saat proses penanganan pelanggaran di Bawaslu pada Rabu (16/5/2018) dengan keterangan yang disampaikan saat penyidikan di Bareskrim Polri.