TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib mengatakan bahwa kasus perakitan dan penyimpanan bom di lingkungan kampus Universitas Riau pada Sabtu (2/6/2018) merupakan kasus pertama dan modus baru dari kegiatan terorismenya.
Modus baru yang dimaksud adalah penggunaan tempat-tempat yang tidak mungkin diperkirakan untuk melakukan perakitan bom.
"Kalau untuk perakitan dan penyimpanan bom di lingkungan kampus setahu saya baru pertama kali ini. Jadi ini mungkin modus baru dari kelompok teroris untuk menyamarkan penjejakan intelijen," kata Ridwan saat dihubungi pada Minggu (3/6/2018).
Baca: 3 Terduga Teroris di Universitas Riau Berencana Ledakkan Bom di Gedung DPR RI
Ridwan menerangkan bahwa hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh alumni dari kampus tersebut yang dalam hal ini Universitas Riau.
Berdasarkan informasi kepolisian diketahui bahwa tiga orang terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88 Anti-Teror pada Sabtu (2/6/2018) adalah alumni Universitas Riau.
"Karena mereka kan membutuhkan akses, membutuhkan pengetahuan terhadap kebiasaan yang berlaku di dalam kampus itu. Kalo dia orang asli atau pernah kuliah di situ pasti tahu pintu-pintu mana yang bisa dimasuki, gerbang-gerbang mana yang sepi," kata Ridwan.
Ridwan meminta agar kasus tersebut menjadi perhatian khusus bagi pihak rektorat di berbagai universitas agar kasus di Universitas Riau tidak terulang kembali.
Ridwan mengatakan bahwa meski apa yang dilakuakan oleh para terduga teroris di Universitas Riau sangat berbahaya namun bukan berarti seluruh gerakan atau aktivitas mahasiwa perlu diawasi dan menjadi kekhawatiran yang berlebih.
"Tapi jangan juga kita menganggap bahwa gerakan atau aktivitas mahasiswa itu perlu diawasi. Saya rasa ini jumlahnya sangat kecil dan tidak perlu menjadi kekhawatiran berlebihan," kata Ridwan.
Menurutnya, apa yang perlu dilakukan pihak rektorat kampus adalah memperbaiki sistem keamanan di seluruh kampus.
Ia memberi contoh dengan pembatasan jam di Gelanggang Mahasiswa sampai batas tertentu dan tidak digunakan hingga 24 jam.
"Ini yang perlu dilakukan oleh rektorat kampus untuk mengevaluasi dan mengecek wilayah kosong di kampusnya masing-masing," kata Ridwan.