Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengingatkan adanya potensi kerugian keuangan negara, jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) memaksakan pengesahan Peraturan KPU (PKPU).
Peraturan yang dimaksud dalam PKPU, yakni mengenai larangan eks narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif.
Menurutnya, potensi kerugian keuangan negara bisa muncul karena KPU RI sendiri dibiayai oleh negara.
“Nanti pasti akan ada orang yang merasa hak hidupnya dihilangkan dan gugat KPU karena merasa haknya untuk dipilih dijamin oleh negara, itu pasti KPU mengeluarkan biaya dan KPU itu dibiayai oleh rakyat, oleh negara, pakai APBN,” ujar Yasonna ketika ditemui di Pusdiklat BPK RI, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2018).
Baca: Tiga Kementerian dan Lembaga Raih Opini Wajar Tanpa Pengecualian 100 Persen dari BPK
Yasonna kemudian juga mengingatkan bahwa penghilangan hak warga negara Indonesia untuk dipilih dan memilih hanya bisa melalui dua cara yaitu keputusan pengadilan dan menerapkannya melalui undang-undang.
“Kalau PKPU harusnya atur masalah teknis, bukan wewenangnya hilangkan hak dipilih seseorang,” imbuhnya.
Yasonna mengaku sudah berulang kali setuju dengan ide KPU RI mencegah eks koruptor menjadi caleg tersebut, namun harus diimbangi dengan mekanisme yang sesuai dan baik.
“Saya berulang kali katakan niat baik harus diikuti cara yang baik pula, harusnya diatur teknis bagaimana rekam jejak caleg itu diketahui masyarakat misal dengan memajang riwayatnya di tempat pemungutan suara, itu yang harusnya diatur melalui PKPU,” tegasnya.
Oleh sebab itu Menkumham menyatakan siap untuk diajak berdiskusi bersama mengenai masalah tersebut.(*)