Laporan Reporter Warta Kota, Suprapto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengucapkan selamat dan salut atas keputusan koleganya, Yudi Latief, yang menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Kepala Pelaksana Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Yudi mundur setelah 1 tahun persis menduduki jabatan di BPIP yang sebelumnya bernama tersebut Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).
UKP PIP yang berdiri 7 Juni 2017 kemudian bertransformasi menjadi BPIP mulai Februari 2018.
"Selama setahun itu, terlalu sedikit yang telah kami kerjakan untuk persoalan yang teramat besar," ujar Yudi Latif mengawali tulisan pengunduran dirinya.
Menurut Refly Harun, orang seperti Yudi Latif tidak akan bisa bertahan lama duduk di lembaga seperti BPIP.
Apalagi, Yudi Latif adalah seorang moralis.
"Sy tak kaget. Seorang moralis sprt dia tak akan betah berlama-lama di suatu lembaga semacam BPIP," tulis Refly Harun di akun twitternyata, Jumat (8/6/2018) sekitar 3 jam lalu.
Dia beranggapan, yang dibutuhkan Indonesia untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila bukanlah membentuk lembaga-lembaga baru seperti BPIP.
Cara kerja atau pendekatan penanaman nilai-nilai Pancasila secara top down sangat tidak tepat.
Baca: Menko Luhut Soal Penyegelan Pulau D: Saya Nggak Tahu Ceritanya, Bagaimana Mau Tanggapi
"Pancasila hrs hidup dr masy scr bottom up, tdk top down dr negara. Negara cukup memberi contoh baik. Salut Yudi," tulis Refly Harun.
Inilah satus Refly Harun di akun twitternya tersebut.
@ReflyHZ: Yudi Latief mundur? Sy tak kaget.
Seorang moralis sprt dia tak akan betah berlama-lama di suatu lembaga semacam BPIP, yg bagi sy sendiri memang tak dibutuhkan.
Pancasila hrs hidup dr masy scr bottom up, tdk top down dr negara. Negara cukup memberi contoh baik. Salut Yudi
Twi Refly Harun itu kemudian mendapat komentar dari sejumlah netizen (warganet).
Salah satu komentar datang dari pengamat politik Yunarto Wijaya yang meragukan istilah moralis untuk Yudi Latif.
@yunartowijaya: kalo moralis tidak akan menerima jabatan itu dari awal... sudah cukup dewasa utk dr awal tau lembaga inj penting atau gak kok dia harusnya...
Inilah komentar-komentar netizen lainnya.
@Tony_Harto: Saya berbeda pendapat dgn anda, semua hal apalagi Idiologi hrs ada uraian baku n tim pengawas n pengarah...dgn kondisi begitu sja semua org MENGINTERPRESTASIKAN PACASILA seenak udelnya,bahkan ada Partai di NKRI mengharamkan jd idiologi Partainya..
@rangtalu73: Bisa tunjuk partai yg mengharamkan Pancasila sebagai Idiologi? Klau berpura pura Pancasila banyak, tuh partai Banteng.
Baca: Pemprov Banten Kebingungan Siapkan Dana Rp110 Miliar untuk THR Para PNS
@yunartowijaya: kalo moralis tidak akan menerima jabatan itu dari awal... sudah cukup dewasa utk dr awal tau lembaga inj penting atau gak kok dia harusnya...
@Rakyat_Kerikil: Bang Refly,,, Mungkin tante Yunarto kebelet jadi anggota BPIP. Apa bisa dikondisikan? Kalau jabatan inti penuh, dia siap kok jadi tukang pegang map & angkat koper. Bahkan jadi apapun dia pasti bersedia.. Meski buat ganjal pintu juga!
@kafirliberal: Yudi Latif dg sayah itu sama2 Cicitnya #HajiHasan, yg tahun 1919 berontak pada Belanda, Peristiwa Cimareme #GARUT, tewas 4, yg hidup dibuang ke Digul, salah satu Putra Haji Hasan adalah Guru Spiritualnya #Soekarno #Soekarno117Tahun @GARUTmerdesa @IslamSunda
@Jabreak_Yudha: Setuju bang @ReflyHZ pada dasarnya kehidupan rakyat Indonesia sdh mencerminkan moral Pancasila, tinggal para pemimpinnya memberikan contoh yg baik melalui perbuatan serta kebijakan yg adil utk rakyat
Seperti diberitakan selama ini, BPIP tiba-tiba menjadi terkenal dan jadi pembicaraan di ranah publik.
Penyebabnya bukan lantaran kiprah lembaga ini dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila.
Tetapi, gaji Ketua Dewan Pengarah BPIP yang mencapai Rp 112 juta yang bikin heboh.
Anggota Dewan Pengarah BPIP Prof Moh Mahfud MD pun harus mengklarifikasi berbagai pertanyaan dan hujatan netizen.
Pengumuman pengunduran diri Yudi Latif disampaikan melalui akun Facebook dan kemudian menjadi viral, lengkap dengan berbagai komentar dari sejumlah kalangan di media sosial.
Sejumlah website pun langsung memuat pengunduran diri doktor dari sebuah pergutuan tinggi ternama di Australia ini.
Pengumuman pengunduran diri Yudi Latif antara lain dimuat di website http://www.uinjkt.ac.id/id/yudi-latif-terima-kasih-mohon-pamit/ dan juga http://rilis.id/tulis-status-mohon-pamit-yudi-latif-undurkan-diri-kepala-bpip.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik Pengarah dan Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), di Istana Negara, Rabu (7/6/2017).
Dengan demikian, Kamis (7/6/2018) masa jabatan Yudi Latif telah satu tahun persis.
Inilah surat lengkap pengunduran diri yang mengatasnamakan Yudi Latif.
TERIMA KASIH, MOHON PAMIT
Salam Pancasila!
Saudara-saudaraku yang budiman,
Hari kemarin (Kamis, 07 Juni 2018), tepat satu tahun saya, Yudi Latif, memangku jabatan sebagai Kepala (Pelaksana) Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)--yang sejak Februari 2018 bertransformasi menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Selama setahun itu, terlalu sedikit yang telah kami kerjakan untuk persoalan yang teramat besar.
Lembaga penyemai Pancasila ini baru menggunakan anggaran negara untuk program sekitar 7 milyar rupiah. Mengapa? Kami (Pengarah dan Kepala Pelaksana) dilantik pada 7 Juni 2017. Tak lama kemudian memasuki masa libur lebaran, dan baru memiliki 3 orang Deputi pada bulan Juli. Tahun anggaran telah berjalan, dan sumber pembiayaan harus diajukan lewat APBNP, dengan menginduk pada Sekretaris Kabinet. Anggaran baru turun pada awal November, dan pada 15 Desember penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga harus berakhir. Praktis, kami hanya punya waktu satu bulan untuk menggunakan anggaran negara. Adapun anggaran untuk tahun 2018, sampai saat ini belum turun.
Selain itu, kewenangan UKP-PIP berdasarkan Perpres juga hampir tidak memiliki kewenangan eksekusi secara langsung. Apalagi dengan anggaran yang menginduk pada salah satu kedeputian di Seskab, kinerja UKP-PIP dinilai dari rekomendasi yang diberikan kepada Presiden.
Kemampuan mengoptimalkan kreasi tenaga pun terbatas. Setelah setahun bekerja, seluruh personil di jajaran Dewan Pengarah dan Pelaksana belum mendapatkan hak keuangan. Mengapa? Karena menunggu Perpres tentang hak keuangan ditandatangani Presiden. Perpres tentang hal ini tak kunjung keluar, barangkali karena adanya pikiran yang berkembang di rapat-rapat Dewan Pengarah, untuk mengubah bentuk kelembagaan dari Unit Kerja Presiden menjadi Badan tersendiri. Mengingat keterbatasan kewenangan lembaga yang telah disebutkan. Dan ternyata, perubahan dari UKP-PIP menjadi BPIP memakan waktu yang lama, karena berbagai prosedur yang harus dilalui.
Dengan mengatakan kendala-kendala tersebut tidaklah berarti tidak ada yang kami kerjakan. Terima kasih besar pada keswadayaan inisiatif masyarakat dan lembaga pemerintahan. Setiap hari ada saja kegiatan kami di seluruh pelosok tanan air; bahkan seringkali kami tak mengenal waktu libur. Kepadatan kegiatan ini dikerjakan dengan menjalin kerjasama dengan inisiatif komunitas masyarakat dan Kementerian/Lembaga. Suasana seperti itulah yang meyakinkan kami bahwa rasa tanggung jawab untuk secara gotong-royong menghidupkan Pancasila merupakan kekuatan positif yang membangkitkan optimisme.
Eksistensi UKP-PIP/BPIP berhasil bukan karena banyaknya klaim kegiatan yang dilakukan dengan bendera UKP-PIP/BPIP. Melainkan, ketika inisiatif program pembudayaan Pancasila oleh lembaga kenegaraan dan masyarakat bermekaran, meski tanpa keterlibatan dan bantuan UKP-PIP/BPIP.
Untuk itu, dari lubuk hati yang terdalam, kami ingin mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya atas partisipasi semua pihak dalam mengarusutamakan kembali Pancasila dalam kehidupan publik.
Selanjutnya, harus dikatakan bahwa transformasi dari UKP-PIP menjadi BPIP membawa perubahan besar pada struktur organisasi, peran dan fungsi lembaga. Juga dalam relasi antara Dewan Pengarah dan Pelaksana. Semuanya itu memerlukan tipe kecakapan, kepribadian serta perhatian dan tanggung jawab yang berbeda.
Saya merasa, perlu ada pemimpin-pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan.
Pada titik ini, dari kesadaran penuh harus saya akui bahwa segala kekurangan dan kesalahan lembaga ini selama setahun lamanya merupakan tanggung jawab saya selaku Kepala Pelaksana. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya ingin menghaturkan permohonan maaf pada seluruh rakyat Indonesia.
Pada segenap tim UKP-PIP/BPIP yang dengan gigih, bahu-membahu mengibarkan panji Pancasila, meski dengan segala keterbatasan dan kesulitan yang ada, apresiasi dan rasa terima kasih sepantasnya saya haturkan.
Saya mohon pamit. "Segala yang lenyap adalah kebutuhan bagi yang lain, (itu sebabnya kita bergiliran lahir dan mati). seperti gelembung-gelembung di laut berasal, mereka muncul, kemudian pecah, dan kepada laut mereka kembali" (Alexander Pope, An Essay on Man).
Salam takzim,
Yudi Latif