TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS, Arif Nur Fikri merilis
terjadi130 penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya sepanjang Juni 2017-Mei 2018 di Indonesia.
"Kasus-kasus penyiksaan ini tersebar di 26 provinsi di Indonesia. Terbanyak terjadi di Sumatera Utara sebanyak 18 kasus," terang Arif dalam konferensi persnya di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/6/2018).
Di peringkat kedua, kasus penyiksaan terjadi di Sulawesi Selatan sebanyak 17 kasus dan peringkat ketiga yakni Papua sebanyak 9 kasus.
Tindakan penyiksaan di Sumatera Utara pada umumnya ialah kasus salah tangkap yang terkait tindak kriminal dan pencurian yang dituduhkan kepada warga sipil oleh aparat kepolisian.
"Pasca penyiksaan tersebut, warga sipil yang mengalami tindak kekerasan tidak mendapat pemulihan," tuturnya.
Sementara itu, empat provinsi yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Barat masing-masing hanya memiliki satu kasus penyiksaan.
Meskipun sejumlah kasus penyiksaan tidak ditemukan di beberapa provinsi lainnya, bukan berarti tidak terjadi praktik penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnta di provinsi-provinsi ini.
"Akses media dan organisasi HAM untuk meliput dan menginvestasi bisa saja sangat terbatas atau dibatasi sehingga kasus-kasus penyiksaan tidak teridentifikasi," ucap Arif.
Soal Penilaian Harian & Pembahasan Kunci Jawaban Geografi Kelas 12 SMA/MA Pola Keruangan Desa & Kota
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Bab 2 Kurikulum Merdeka : Iklan, Slogan dan Poster
Selain itu, fenomena menarik yang didapatkan KontraS dari pemantauan ialah terjadinya penyiksaan di sejumlah daerah kepulauan kecil seputar isu hak ekonomi, sosial dan budaya.
"Dari berbagai kasus penyiksaan yang kami pantau, 85 korban adalah watga sipil biasa, 7 orang adalah aktivis, dan sisanya sebanyak 38 orang merupakan tahanan kriminal. Menariknya penyiksaan ternyata menyasar juga kepada aktivis lingkungan yang menyuarakan kasus-kasus okupasi lahan dan penindasan warga sipil," tegasnya.