TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana Anas Urbaningrum angkat suara soal uang pengganti yang harus dia bayar mencapai Rp 57 miliar kepada negara.
Dalam lanjutan sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Anas mencecar saksi ahli hukum administrasi negara, Dian Puji soal uang pengganti.
"Sebetulnya kan data-datanya tidak ada kaitan, kerugian negara dengan saya. Tidak ada kaitan dengan proyek-proyek APBN, APBD dengan saya. Tetapi di dalam dakwaan dan putusan dikaitkan bahwa ada uang pengganti. Uang pengganti ini apa relevansinya, kan gitu," tutur Anas usai sidang PK, Jumat (29/6/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dikonfirmasi soal uang pengganti yang harus dibayarkan ke negara, Anas berpendapat itu terlalu banyak.
Baca: Anas Urbaningrum Hadirkan Saksi Ahli Hukum Administrasi Negara Dalam Sidang Lanjutan PK
Dia tidak sanggup untuk mengembalikannya.
"Terlalu banyak, kalau ganti pakai daun jambu pun, tidak bisa satu kebon kan. Poinnya adalah ada putusan yang tidak kredibel, putusan yang jaka sembung naik ojek, nggak nyambung jek. Kira-kira gitu, kok dipaksakan ada putusan seperti itu," tegasnya.
Anas menambahkan pihaknya sangat menginginkan akan putusan yang betul-betul adil, kredibel dan berdasarkan bukti fakta, logika dan aturan hukum yang betul-betul berlaku sederhana.
Diketahui sebelumnya di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Anas 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Anas dinyatakan terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang di proyek Hambalang, peroyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional dan lainnya.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta meringankan vonis menjadi 7 tahun. Sementara putusan Mahkamah Agung, memperberat hukumannya dari tujuh menjadi 14 tahun penjara.
Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.
Bahkan anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar kepada negara. Hakim juga mengamini tuntutan jaksa soal pencabutan hak politik Anas.