TRIBUNNEWS.COM, BALI - Menko Maritim Luhut B Panjaitan mengatakan jika kita bisa melakukan pengelolaan sampah dengan baik, maka kita akan mendapatkan generasi yang berkualitas.
"Kami tadi membicarakan penanganan masalah manajemen sampah plastik, kami melihat hal ini adalah hal yang sangat serius karena berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia. Bank Dunia punya program sangat bagus, Bu Sri Mulyani sudah menggelontorkan dana yang cukup banyak dan kita perlu peran Bank Dunia untuk mengawasi," ujar Menko Luhut usai melakukan diskusi round table dengan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim bersama pihak swasta, dan aktivis lingkungan hidup, Jumat (6/7/2018) di Hutan Bakau KLHK, Suwung Kawuh, Denpasar, Bali.
Acara diskusi tersebut juga diikuti oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.
Kepada media, Menko Luhut mengatakan bahwa masalah sampah plastik dan perbaikan kualitas generasi muda juga menjadi fokus perhatian pemerintah.
"Selama ini Pemerintah tidak hanya fokus pada infrastruktur, tetapi masalah sampah dan stunting pun kami perhatikan. Kami akan minta pemerintah daerah, kabupaten, dan kota juga melakukan hal yang sama, mungkin bisa kita terapkan sistem reward and punishment," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut Presiden Kim menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah Indonesia yang telah bekerja keras dan terintegrasi.
Baca: Tenggelam di Pantai Pelabuhan Ratu Hanya Rekayasa, di Mana Nining Sembunyi Selama 1,5 Tahun?
"Untuk program stunting saya terkesan dengan kerja yang dilakukan pemerintah Indonesia, sekitar 37 persen anak Indonesia mengalami stunting. Seperti yang dikatakan Pak Luhut semua harus dilakukan dengan terintegrasi. Jika anak-anak Indonesia mengalami stunting maka mereka tidak bisa berpartisipasi dalam pembangunan dan menikmati pembangunan ini," ujar Presiden Kim.
Ia mengatakan ada kesalahpahaman di masyarakat tentang Bank Dunia, selama ini Bank Dunia menurutnya, bekerja untuk mengurangi angka kemiskinan tapi juga bekerja untuk mengurangi ketimpangan dan ketidaksetaraan, jadi Bank Dunia bekerja untuk memberi rasa keadilan bagi masyarakat.
"Seperti misalnya, sebelum datang ke Indonesia saya baru saja mengunjungi Bangladesh bertemu dengan para pengungsi Rohingya. Sebelumnya Bank Dunia belum pernah mengalokasikan dana untuk pengungsi tetapi pada masa Ibu Sri Mulyani kami juga bisa menyalurkan dana untuk pengungsi," jelasnya.
Diskusi
Sebelumnya, dalam diskusi bersama pihak swasta dan aktivis lingkungan, Menko Luhut menyampaikan tekad pemerintah yang akan mengurangi 70 persen sampah pada tahun 2025.
"Kami sadar ini bukan suatu yang mudah, tetapi kami telah menyusun beberapa strategi di antaranya mengalokasikan sumber sampah yang dekat dari laut, penegakan hukum, memperbanyak riset, dan bersama Bank Dunia kami menciptakan sistem yang lebih baik untuk meningkatkan pemungutan sampah di kota-kota yang langsung berbatasan dengan laut.
Dan Indonesia juga menyadari ini adalah masalah antarnegara, karenanya Indonesia berusaha melakukan kerja sama dengan negara lain," jelasnya.
Salah satu pesera Tiza Mafira, yang merupakan Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP)--gerakan yang mendorong regulasi pembatasan kantong plastik melalui pajak dan pelarangan--menceritakan apa yang sudah dilakukannya.
"Banjarmasin dan Balikpapan adalah dua kota di Indonesia yang sukses menerapkan 'kantong plastik tidak gratis' . Kedua kota ini adalah kota pesisir yang memiliki banyak sungai, sehingga berkontribusi mencegah sampah kantong plastik masuk ke laut," jelas Tiza yang dianugerahi UN Environment sebagai Ocean Hero 2018.
Baca: Perempuan 55 Tahun Meninggal Dunia Usai Berhubungan Badan dengan Driver Ojek Online
"Sejak diterapkan tahun 2016, penggunaan kantong plastik di Banjarmasin turun 95 persen dan penjualan tas anyaman hasil kearifan lokal meningkat," kata dia.
Ia mengatakan Kota Padang, Cimahi, dan Malang juga sedang berproses untuk mengeluarkan peraturan pembatasan kantong plastik.
Kevin Kumala pendiri Avani Eco, penghasil produk-produk bioplastik mengatakan bahwa baginya sulit untuk melakukan dari gerakan Reduce, Reuse, Recycle dalam waktu yang singkat.
"Gerakan 3R itu akan memakan waktu lumayan lama agar terlihat hasilnya. Maka kita harus kampanyekan satu R lagi, Replace (membuat pengganti)," ujarnya.
Ia menceritakan produk-produk ramah lingkungan buatannya yang berasal dari singkong, jagung, tebu, dan lain-lain.
Peserta termuda, Melati Wijsen dari Bye Bye Plastic Bags, menceritakan programnya ’Mountain Mamas' yang diciptakan untuk memberdayakan dan membangun kehidupan masyarakat terpencil di pegunungan.
"“Kami meminta para ibu di desa-desa terpencil itu untuk membuat tas, lalu kami jual dengan harga yang layak. Keuntungannya 50 persen kami ambil untuk organisasi kami dan setengahnya lagi kami berikan kepada desa mereka untuk membangun fasilitas umum atau membangun fasilitas pengelolaan sampah dll," katanya.
Baca: Minggu Pagi Gunung Agung Kembali Erupsi, Kolom Abu Mencapai 1.500 Meter
Pada kesempatan tersebut, Presiden Kim menyatakan sangat gembira mendengar kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan seraya mengingatkan bahwa mereka juga harus mencari cara agar permintaan untuk produk-produk mereka dapat ditingkatkan.
"Produk kalian sangat bagus tetapi harus dipastikan ada demand. Dengan meningkatkan demand kita juga bisa berbangga bahwa makin banyak orang yang sadar akan kesehatan lingkungan," jelasnya.
Kepada para wartawan, Presiden Kim mengatakan ia sangat kagum dengan upaya yang dilakukan para generasi muda tersebut.
"Saya sangat terkesan dengan usaha para anak-anak muda ini memerangi sampah plastik. Kebersihan laut bukan hanya untuk para surfer dan diver saja tetapi juga semua akan terkena dampaknya," kata Kim.