TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyoroti maraknya pelanggaran pemilu khususnya politik uang pada perhelatan Pilkada Serentak kemarin bentuk dari kelalaian Bawaslu yang tidak bekerja dengan baik melakukan pengawasan.
“Bawaslunya harus beres, harus perform. Mereka jangan berpikir masyarakat nanti yang akan melapor, bukan itu,” ujar Margarito dalam diskusi Membongkar Kejahatan Money Politic Pada Pilkada 2018 di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (10/7/2018).
Menurut dia, Panitia Pengawas (Panwas) pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya sekedar berperan untuk memastikan penyelenggaraan pemilu di tempatnya berjalan baik dan benar, bukan mengawasi pelanggaran praktik-praktik kotor seperti politik uang.
"Kita tidak bisa berharap lain selain Bawaslu, apa yang harus kita harapkan dari mereka? Mereka perform aja, mereka profesional aja cukup, mereka mesti bekerja menemukan dari menit ke menit jam ke jam itu saja yang kita perlukan dari mereka,” sebut Margarito.
Lebih lanjut pria asal Ternate, Maluku Utara ini mengatakan bila sistem kerja Bawaslu masih tidak berubah, dirinya yakin kejadian serupa akan kembali terjadi pada ajang Pileg dan Pilpres mendatang.
“Kalau (Kinerja Bawaslu) ini kita andalkan dalam Pilpres yang akan datang, saya anjurkan kepada Capres-Capres bahwa curang securang-curangnya, karena tidak akan terdekteksi," ungkapnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat ada sekitar 35 kasus politik uang yang terjadi dalam Pilkada serentak pada 27 Juni 2018 kemarin.
Dalam catatannya tersebut, Sulawesi Selatan menjadi daerah yang paling banyak melakukan pelanggaran, yakni sebanyak delapan kasus.
Disusul dengan Sumatera Utara dan Lampung dengan tujuh kasus, Jawa Tengah lima kasus, Sulawesi Barat dan Banten dua kasus, serta di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan Bangka Belitung masing-masing satu kasus.