TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fatmawati Faqih, mantan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari hari ini, Rabu (18/7/2018) menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu, Fatmawati Faqih didakwa menerima suap Rp 6,8 miliar.
Dia menjadi perantara suap untuk Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan mantan Wali Kota Kendari, Asrun yang juga calon Gubernur Sultra.
Sesuai dengan surat dakwaan yang dibaca oleh Jaksa Roy Riady, Fatmawati Faqih diduga menerima uang Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
"Uang itu diberikan agar Adriatma selaku Wali Kota menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek untuk pekerjaan multi years pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020," ucap Roy Riady di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selain itu, Fatmawati Faqih juga didakwa menjadi perantara suap Rp 4 miliar dari Hasmun Hamzah untuk Adriatma dan Asrun.
Menurut jaksa, uang itu diberikan karena Asrun, saat menjabat Wali Kota, menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek di Pemkot Kendari.
"Proyek yang dimaksud yakni, proyek multi years pembangunan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari menggunakan anggaran tahun 2014-2017," ungkap Roy Riady.
Selain itu, proyek lainnya yakni pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk (TWT) - Ujung Kendari Beach. Proyek menggunakan anggaran tahun 2014-2017.
Fatmawati Faqih didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Diketahui Fatmawati Faqih merupakan satu dari empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap melalui Operasi Tangkap Tangan di Kendari pada Februari 2018 silam.
Selain Fatmawati Faqih, tersangka lainnya yakni Wali Kota Kendari nonaktif, Adriatma Dwi Putra, calon Gubernur Sultra, Asrun dan pengusaha Hasmun Hamzah.