Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/7/2018) kembali menggelar sidang lanjutan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, sesuai agenda jaksa KPK akan menghadirkan dua saksi fakta ke persidangan.
Baca: KPK Dalami Peran Idrus Marham Soal Pengangkatan Eni Saragih Jadi Pimpinan Komisi di DPR
"Hari ini untuk persidangan dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung, JPU berencana menghadirkan dua saksi. Mereka ialah Boediono (mantan Wapres) dan Todung Mulya Lubis (Dubes Indonesia untuk Norwegia)," ujar Febri.
Dalam persidangan, majelis hakim mendahulukan pemeriksaan pada Boediono yang menggunakan kemeja putih dan celana bahan. Selepas makan siang, giliran Todung yang diperiksa.
Pantauan Tribunnews.com selama persidangan, Boediono banyak menjawab lupa dan tidak tahu ketika ditanya soal jaksa KPK maupun kubu pengacara terdakwa.
Sepanjang persidangan, Boediono juga ditanya soal adanya rapat terbatas yang membahas soal Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan utang tambang.
Boedino membenarkan rapat terbatas tersebut digelar di Istana Negara. Dalam rapat, dia juga menerima laporan dari terdakwa selaku ketua BPPN kala itu.
"Iya benar ada (rapat terbatas)," singkat Boediono ketika bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Lanjut Beodiono mengaku tidak ingat point-point yang dilaporkan Syafruddin mengenai masalah BDNI dan utang tambak.
Bahkan Boediono juga tidak mengetahui ada tidaknya rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) sebelum rapat terbatas di Istana Negara.
"Waduh, ada begitu banyak pertemuan di luar resmi dan tidak ingat sama sekali," terang Boediono.
Baik Boediono maupun Todung sebelumnya sudah pernah diperiksa sebagai saksi saat perkara Syafruddin masih di tingkat penyidikan.
Boediono diperiksa dalam kapasitas sebagai mantan Menteri Keuangan. Sedangkan Todung sebagai bagian dari tim hukum BPPN dan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
Di sidang sebelumnya, sudah banyak saksi yang dihadirkan oleh penyidik demi menguatkan dakwaan mereka.
Saksi-saksi tersebut diantaranya, Kwik Kian Gie, Hadiah Herawati, Dorodjatun, Rizal Ramli, hingga para mantan pimpinan BPPN sebelum terdakwa.
Dalam perkara ini, terdakwa Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Baca: Datangi KPK, Investor Jepang Laporkan Pungli di Indonesia
Syafruddin dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Dia diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti (mantan Ketua Komite Kenijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang sahan BDNI pada 2004.