Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perkara Nomor 61/PUU-XVI/2018 yang menuntut Presidential Threshold (PT) dinaikkan menjadi 30,42 persen pada Rabu (18/7/2018) kemarin.
Perkara tersebut diajukan oleh Sri Sudardjo selaku Ketua Umum Partai Komite Pemerintahan Rakyat Independen (PKPRI) untuk menguji Pasal 222 dan Pasal 226 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (KPU). DalamSidang dipimpin oleh tiga hakim MK yaitu Suhartoyo, I Dewa Gede Palguna, dan Wahiduddin Adams.
Sudardjo dalam rilsinya yang diterima tribunnews.com menjelaskan angka 30,42 persen itu bersumber dari angka golput pada Pemilu 2014 lalu. Ia mengklaim suara sebanyak itu akan berpindah ke pihaknya yang mewakili suara masyarakat independen.
“Pemilih mungkin tidak menyalurkan hak suaranya karena partai-partai tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan mereka, sehingga mereka akan memilih kami serta dengan modal itu saya akan maju sebagai capres,” ungkapnya.
Sudardjo mengatakan bila gugatan dikabulkan maka KPU RI harus melakukan penetapan ulang kepada parpol peserta Pemilu 2019 sesuai Pasal 226 ayat (1). Masih kata Sudarjo, dirinya mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi bukan tanpa alasan.
Sebab hal tersebut diatur dalam Pasal 51A ayat (1) Undang Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang pada intinya mem berikan legal standing kepada dirinya untuk mengajukan gugatan uji materi.
Dijelaskan, UUD 1945 norma Pasal 1 ayat (1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik , ayat (2) Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakam menurut undang2 dasar , ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
"Pasal 6 A ayat (1) Presiden dan Wapres dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat , ayat (2) Pasangan Presiden dan Wapres diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemiliham umum," beber Sudarjo.