Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua Pilkada dengan calon tunggal digugat di Mahkamah Konstitusi. Keduanya, yakni, Pilkada Kota Makassar dan Pilkada Kabupaten Puncak.
Untuk Pilkada Kota Makassar, setidaknya terdapat dua pemohon yakni pasangan Appi-Cicu yang dikuasakan kepada Yusril Ihza Mahendra dan pasangan Danny-Indira yang dikuasakan kepada Refly Harun.
Baca: Dari Zaman Ahok Kali Item Sudah Kotor, Tetapi Kami Enggak Pernah Disalahin Tuh
Sebagai kuasa pasangan yang kalah dari Kotak Kosong, Yusril mengatakan ada upaya yang terstruktur, sistematis dan masif untuk melakukan pencoblosan Kotak Kosong.
Satu alasannya adalah didiskualifikasinya pasangan Danny-Indira karena dinilai telah melakukan penyalahgunaan wewenang. Dengan begitu, Kotak Kosong yang dianggap pasif, menjadi aktif.
"Sebelumnya, tidak ada sosialisasi untuk melakukan pencoblosan Kotak Kosong. Sekarang jadi ada. Tidak masalah memang. Jadi masalah, ketika seseorang yang didiskualifikasi adalah wali kota Makassar. Pasti ada conflict of interest," ujarnya di Gedung MK, Jakarta, Jumat (27/7/2018)
Sedangkan, pihak Danny-Indira yang dikuasakan oleh Refly, melihat bahwa ada ketidakberesan sejak Danny Pomanto didiskualifikasi. Danny yang maju melalui jalur independen tersebut, dinilai tidak memiliki kekuatan.
Dalam permohonannya. Refly memberikan pilihan untuk Danny sebagai pasangan calon yang dihadirkan untuk masyarakat. Setelah itu, dapat dilihat apakah Kotak Kosong menang kembali atau tidak?
"Ya hadirkan saja ke masyarakat. Adukan lagi dengan Kotak Kosong. Kalau kemarin kan, kalah dari Kotak. Sekarang Danny bisa menang kalau lawan Kotak Kosong," ujarnya.
Bukan hanya untuk Pilkada Kota Makassar, Refly juga merupakan kuasa hukum pemohon atas nama Kelompok Masyarakat Kerukunan Masyarakat Pegunungan Tengah Labago.
Refly mengaku bahwa terlalu banyak kesalahan yang dilakukan oleh pasangan Willem Wandik-Pellinus Balinal sehingga mereka mendapatkan suara signifikan di kabupaten tersebut. Dua diantaranya adalah pengerahan ASN, serta adanya pencoblosan yang terjadi malam hari sebelum waktu Pilkada serentak.
"Ini sudah begitu masif kecurangannya. Sehingga, kami menilai harus ada pembatalan penetapan pasangan calon Willem Wandik dan Pellinus Balinal," kata dia.