TRIBUNNEWS.COM, NTB - Kita dikejutkan kembali dengan kejadian tenggelamnya Kapal Kayu Berkat llahi yang terjadi pada Minggu (29/7/2018) pagi di Perairan Sape sekitar Pukul 08.00 WITA. Kapal yang berlayar dari Pelabuhan Waikelo Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT) mengangkut 25 penumpang dan 6 orang ABK tersebut diketahui tenggelam di tengah laut tepatnya di perairan laut Torobabula Timur, Desa Nggelu Sape, Bima, NTB setelah menempuh perjalanan 3 jam, kapal dihantam gelombang tinggi.
Berdasarkan analisa BMKG, kondisi cuaca dan tinggi gelombang pada saat kejadian pada 29 Juli 2018 Pukul 08.00 hingga 11.00 kecepatan angin 18-27 km/jm (kategori sedang) dari arah Tenggara.
Sementara kondisi gelombang tinggi saat kejadian hingga pukul 11.00 disekitar lokasi kecelakaan 3.0 -4.0 m (kategori tinggi-sangat tinggi), seperti yang dituturkan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Dwikorita dalam keterangannya pun menjelaskan bahwa kondisi cuaca berdasarkan pantauan satelit cerah berawah di sekitar lokasi kejadian.
Seperti yang telah dijelaskan oleh BMKG bahwa hingga akhir Juli 2018 masih terjadi potensi gelombang tinggi di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Untuk 7 hari kedepan (31 Juli-5 Agustus 2018), masyarakat terutama nelayan perlu mewaspadai potensi gelombang potens tinggi Tinggi yang dapat mencapai, 4.0 - 6.0 meter (Very Rough Sea) yang berpeluang terjadi di Perairan Sabang, Perairan Mentawai, Perairan Bengkulu hingga barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Perairan selatan Jawa hingga P.Sumba, Selat Bali - Selat Lombok - Selat Alas bagian selatan.
Tetapi pada 31 Juli-2 Agustus diprakiran terjadi penurunan tinggi gelombang menjadi kategori Rough Sea, dan akan kembali
terjadi peningkatan tinggi gelombang menjadi kategori Very Rough Sea pada tanggal 03 - 04 Agustus 2018.
Sementara itu, tinggi gelombang 1.25 – 2.5 meter (Moderate Sea) berpeluang terjadi di Selat Ombai, Selat Sape bagian selatan, Laut Timor, Laut Natuna Utara, Perairan utara Kep. Natuna, Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa , Selat Makassar, Laut Bali, Laut Flores, Perairan timur Sulawesi Tenggara, Laut Maluku, Laut Seram, Perairan utara Papua, Perairan Fak-fak - Kaimana, Perairan selatan Ambon, Laut Banda, Perairan Kep. Sermata hingga Kep. Tanimbar, Perairan Kep. Kai – Kep. Aru, Laut Arafuru.
Sedangkan di Selat Malaka bagian utara, Perairan barat Aceh, Perairan timur P. Simeulue hingga Nias, Selat Sumba bagian barat,Perairan selatan P. Sawu – P. Rote, Laut Sawu berpeluang terjadi tinggi Gelombang 2.5 – 4.0 meter (Rough Sea).
“Gelombang tinggi di Perairan Selatan Indonesia dipicu oleh kecepatan angin yang tinggi. Selain itu, kondisi ini diakibatkan adanya Mascarene High di Samudera Hindia (Barat Australia)
Kondisi ini juga menyebabkan terjadinya swell akibat dari kejadian mascarene high yang menjalar hingga wilayah Perairan Barat Sumatera, dan Selatan Jawa hingga P. Sumba,”ujar Dwikorita.
Mascarene High itu sendiri merupakan kondisi tekanan tinggi yang bertahan di Samudera Hindia (barat Australia) yang memicu terjadinya gelombang tinggi di Perairan Selatan Indonesia.
Untuk 3 hari kedepan, diwilayah Perairan Utara Bima diprakirakan terjadi potensi gelombang tinggi berkisar 0.5-0.75 m dan Perairan Selatan Bima berkisar 0.75-3.5 meter, Pelabuhan Bima Berkisar 0.5-0.75 m dan Perairan Samudera Hindia Selatan NTB berkisar 2.0 meter-4.0 meter.
Terkait dengan kejadian tenggalamnya kapal Kayu Berkat IIahi, Dwikorita mengungkapkan bahwa pihak BMKG telah memberikan peringatan dini terkait cuaca dan gelombang tinggi di sekitar perairan Sape, Bima, NTB yang telah disampaikan kepada syahbandar, setiap 12 jam . Bahkan saat ini, telah dapat menginformasikan 6 jam sebelum kejadian secara rutin.
“ Kantor kami, Stasiun Meteorologi Bima telah melakukan berbagai langkah-langkah sebagai salah satu langkah respon terhadap kejadian tenggelamnya kapal Kayu Berkat Ilahi, seperti telah memberi hasil dan desiminasi melalui prakiraan cuaca penyeberangan yang disampaikan secara rutin serta melakukan koordinasi dengan Basarnas untuk melakukan evakuasi korban,”ujar Dwikorita.
“Masyarakat nelayan dan pelaku kegiatan wisata bahari agar memperhatikan tinggi gelombang laut mencapai 2 meter atau lebih di sekitar wilayah Perairan Selatan Bima dan Perairan Samudera Hindia Selatan NTB,”imbau Dwikorita.
Dwikorita pun menghimbau bagi masyarakat yang sedang menikmati keindahan pantai akan bahaya “Rip Current” yang merupakan arus kuat air yang bergerak menjauh dari pantai sehingga dapat menyapu perenang terkuat sekalipun.
Rip/ Back Current terjadi karena adanya pertemuan ombak yang sejajar dengan garis pantai sehingga menyebabkan terjadinya arus balik dengan kecepatan tinggi hingga lebih 2 m/detik, tergantung kondisi gelombang, pasang surut dan bentuk pantai.
“BMKG pun berupaya memberikan peringatan bahaya “Rip Current’kepada masyarakat melalui media sosial,”imbuh Dwikorita. (*)