News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

PSI: DPR Stop Hamburkan Uang Rakyat!

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi publik bertajuk ‘DPR, Stop Hamburkan Uang Rakyat!’ yang digelar di Jakarta, Minggu (5/8/2018).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menemukan bahwa selama ini telah terjadi pemborosan dan penghamburan uang rakyat dalam skala yang mencengangkan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Karena itu PSI akan mengambil langkah-langkah bersama berbagai elemen masyarakat untuk menghentikan praktik-praktik yang merugikan rakyat tersebut.

"Berdasarkan penelurusan para caleg PSI, praktik-praktik penggerogotan uang rakyat itu terjadi dalam beragam cara yang mencengangkan. Praktik-praktik itu sebenarnya bisa dicegah namun selama ini dibiarkan terus karena ketiadaan komitmen politik mereka yang berada di DPR,” ujar Tsamara Amany, salah seorang Ketua PSI, di Jakarta, Minggu (5/8/2018).

Pernyataan itu disampaikan dalam diskusi publik bertajuk ‘DPR, Stop Hamburkan Uang Rakyat!’.

Pada acara itu, Tim Caleg PSI tampil memaparkan hasil temuan penelusuran di DPR. Hadir pula di acara itu Ade Indira Sugondo (Mantan Anggota DPR RI 1999/2004) dan Emerson Yuntho (Peneliti Indonesian Corruption Watch).

Diskusi publik bertajuk ‘DPR, Stop Hamburkan Uang Rakyat!’ yang digelar di Jakarta, Minggu (5/8/2018).

Diskusi ini merujuk pada hasil penelusuran para caleg PSI tentang praktik-praktik pemborosan dan penghamburan uang rakyat di DPR untuk memperkaya banyak anggota DPR dan Partai Politik yang ada.

Dan ini bisa berlangsung lama karena DPR memanfaatkan celah dalam peraturan perundangan yang mereka pertahankan.

Tim caleg PSI menemukan bahwa banyak anggota DPR diduga memanipulasi uang rakyat dalam berbagai bentuk. Mereka diduga memanipulasi biaya perjalanan, biaya kunjungan kerja, biaya studi banding, biaya kunker dapil dan biaya reses.

Berbagai manipulasi bisa terjadi karena karena para anggota DPR memperoleh dana perjalanan dalam bentuk lumpsum dan bukan berdasarkan biaya riil (‘at cost’). Berdasarkan PP 61/90, anggota DPR hanya wajib menyerahkan tanda bukti penggunaan biaya, melainkan hanya bukti pembayaran.

"Selama PP 61/90 terus ada dan tidak disesuaikan untuk mengakomodisi sistem reimbursement dan biaya 'at cost', para anggota DPR akan terdorong untuk memperbanyak kunjungan kerja untuk keuntungan pribadi,” ujar Dini Purwono, Caleg PSI Dapil Jawa Tengah I.

Selain itu, pemborosan juga terjadi karena para anggota DPR mendapatkan pola pemasukan multi pay, bukan single pay. Lebih jauh lagi penggerogotan juga terjadi akibat peran anggota DPR dalam Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).

Terakhir, banyak anggota DPR juga diduga menerima uang siluman dalam penyusunan Undang-Undang ataupun saat menjalankan fungsi pengawasan.

Menurut Dini, pemborosan dan korupsi ini bisa dihentikan. Untuk itu, PSI menawarkan sejumlah solusi, sebagai berikut:

1. Mendesak pemerintah merevisi PP No 61/90 sehingga isinya sejalan dengan isi PMK 113/2012 yaitu pertanggungjawaban biaya perjalanan harus berdasarkan biaya riil (at cost).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini