TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Jero Wacik, Senin (6/8/2018)
Sidang ini merupakan sidang kedua, di mana sebelumnya sidang perdana telah digelar pada
Senin (23/7/2018) lalu.
Pantauan Tribunnews.com, pada sidang kali ini, Jero Wacik yang menggunakan kemeja batik lengan panjang, membacakan sendiri poin-poin PK dan novum baru yang diajukan.
Jero Wacik sempat menyinggung soal pernyataan eks pimpinan KPK Abraham Samad, yang memberikan pernyataan di media bahwa Jero Wacik seorang pemeras dan gemar hidup mewah.
"Novum kelima, pimpinan KPK dalam hal ini Pak Abraham Samad menyebut di beberapa media pada 4 September 2014 bahwa Jero Wacik memang adalah orang yang suka memeras, hidup foya-foya," tutur Jero Wacik.
Baca: Jero Wacik: Kami di Dalam Baik-baik Saja
Dia menegaskan hal itu sama sekali tidak benar. Selama hidupnya, Jero Wacik mengklaim dia tidak pernah hidup berfoya-foya seperti apa yang dituduhkan Abraham Samad.
"Saya bantah, saya tidak pernah hidup foya-foya, tidak pernah memeras orang. Saya orang miskin memang, tapi tidak pernah saya memeras orang. Sejak kecil, remaja, mahasiswa, dan sekarang, tidak pernah model saya memeras orang. Saya bantah itu karena menyerang pribadi saya," tegas Jero Wacik.
Atas bantahan itu, Jero Wacik mengaku akan memberikan lampiran beberapa berita yang mengutip pernyataan Abraham Samad ke majelis hakim.
Jero Wacik mengajukan permohonan PK terhadap putusan MK, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"PK ini saya ajukan karena adanya kekhilafan hakim dan kekeliruan nyata dalam peradilan, baik di Pengadilan Negeri dan terutama kekhilafan hakim di Mahkamah Agung. Juga adanya 10 novum yang akan kami ajukan," papar Jero Wacik.
Sebelumnya, Jero wacik dihukum pidana penjara selama empat tahun di pengadilan tingkat pertama. Karena hukuman Jero Wacik lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yakni sembilan tahun penjara, jaksa akhirnya mengajukan banding.
Namun, permohonan banding jaksa KPK ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta. Alhasil, Jero Wacik tetap dihukum empat tahun dan jaksa KPK mengajukan kasasi.
Di Mahkamah Agung (MA), kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dikabulkan, sehingga hukuman Jero Wacik diperberat menjadi delapan tahun penjara.
Jero dinilai terbukti menggunakan dana operasional menteri untuk kepentingan pribadi dan keluarga, termasuk untuk pencitraan di sebuah surat kabar mencapai Rp 3 miliar. (*)