News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jangan Andalkan Program Pemerintah untuk Mempercepat Penanganan Problem Stunting

Penulis: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kegiatan yang ada di Pos Paud Desa Pandes. Tempat ini menjadi satu dengan balai desa dan Baby Cafe, yang tujuannya membuat tumbuh kembang bayi menjadi terhindar dari stunting. Selasa (16/2/2016).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  Konvergensi dan koordinasi multi sektor di tingkat nasional dan daerah menjadi poin penting dalam mempercepat penanganan problem stunting (bertubuh pendek)  di Indonesia.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk stunting pada tahun 2018 mencapai Rp47 triliun melalui anggaran di Kementerian dan Lembaga.

Pemerintah juga mengucurkan dana Rp93 triliun melalui Dana Transfer Daerah dan Dana Desa apalagi dengan akumulasi dana untuk stunting sejak Indonesia merdeka, maka jumlahnya sangat besar.

Hanya saja dengan apa yang mengemuka saat ini, tampak bawah tujuan Nawacita, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan, belum tercapai sepenuhnya karena koordinasi dan kerja sama yang masih belum maksimal.

“Masalah stunting adalah basic dan fundamental sehingga penting untuk diatasi bersama,” katanya saat seminar Strategi Multi Sektor dalam Penanganan Stunting sebagai pre-event Pertemuan Tahunan IMF – WBG 2018, di Jakarta, Selasa (14/8/2018).

 Selain itu, Mardiasmo juga menegaskan bawah harapannya pemerintah pusat tidak hanya menjadi andalan, tapi bisa juga bantuan bisa dari multi sektor, peran swasta, LSM/NGO, serta media massa.

Baca: Nizam Febriansyah Diduga Stunting, Bocah 5 Tahun Ini Kurus dan Pendek, Penglihatannya Terbatas

Bambang Widianto, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden RI, mengatakan masalah klasik penanganan stunting ialah konvergensi dan koordinasi.

“Selama ini penanganan stunting terpisah-pisah, misalnya satu desa ditangani secara parsial dengan adanya posyandu, tapi kurang adanya sanitasi. Begitu pun dengan wilayaj lain yang tidak terkoordinasi dengan baik,” katanya.

Pemerintah menetapkan 160 kabupaten prioritas penanganan stunting, bertambah dari tahun lalu yang hanya 100 kabupaten, di antaranya NTB, NTT, Babel, dan Sulawesi Tengah.

Dana yang digelontorkan masih terpisah dan tidak terkoordinasi, misalnya ada dana vertikal, ada dana program kegiatan kementerian dan lembaga, ada dana sektoral yang dikerjakan oleh UPT, ada dana dekonsentrasi yang dilimpahkan ke gubernur dan walikota/bupati, ada dana tugas pembantuan yang ditugaskan gubernur dan walikota atau bupati.

Latar belakang belakang stunting, ada sekitar 37% atau 9 juta anak Indonesia mengalami stunting atau sepertiga anak-anak dengan usia di bawah 5 tahun.

Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi, meninggkatkan kemiskinan dan ketimpangan.

Baca: Stunting Ancaman Bagi Bonus Demografi Indonesia pada 2030

 Ada 5 pilar penanganan stunting yakni Pilar 1 komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara, Pilar 2 kampanye nasional yang fokus pada pemahaman dan edukasi, Pilar 3 konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program nasional daerah dan masyarat, Pilar 4 mendorong kebijakan nutritional food security, dan Pilar 5 pemantauan dan evaluasi.

Meida Octarina MC, Asisten Deputi Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan Kesehatan Lingkungan (Kesling), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI mengatakan ada 15 payung hukum mengenai penanggulangan stunting di Indonesia baik berbentuk UU maupun Perpres. Hanya saja implementasi program di lapangan menjadi problem bersama.

Ada 15 payung hukum untuk membantu mendorong percepatan penanggulangan sunting, di antaranya Perpres Nomor 52 tahun 2013, Perpres Nomor 83 tahun 2017, ada UU Nomor 26 2009 tentang Kesehatan, dan ada UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.

“Implementasi program yang masih lemah, di lokasi yang sama dan ada dua progress pencegahan stunting yakni intervensi kesehatan (spesifik) dan non-kesehatan (sensitif) bisa diimplementasikan dan terintegrasi dari pusat ke daerah,” katanya.

Hidayat Amir PhD, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan mengatakan persoalan penanganan stunting bukan persoalan anggaran tapi cara kerja. Pemerintah pusat terus mencari cara agar semua dapat berjalan dengan baik.

Arah kebjakan fiskal untuk mendukung percepatan penurunan stunting dengan optimalisasi pemanfaatan anggaran program penurunan stunting yang ada saat ini dengan meningkatkan kualitas dan efektifitas pelaksanaan program, serta konvergensi antar program.

“Salah satunya mengembangkan budget tanggung di tingkat KL agar mudah dimonitor dan dievaluasi,” kata Hidayat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini