TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Lembaga Riset PolMark Indonesia memaparkan kerukunan sosial rusak akibat pemilihan umum. Berdasarkan survei yang dilakukan selama 2 tahun terakhir.
Direktur Riset PolMark Indonesia Eko Bambang Subiyantoro mengatakan, terjadi peningkatan potensi rusaknya kerukunan sosial selama 2014-2017. Berdasarkan hasil survei PolMark saat Pemilihan Presiden 2014 dan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Berdasarkan survei Pilpres 2014, ada 95,2 persen pemilih yang mengaku tidak rusak hubungan pertemanannya pasca pemilihan saat itu. Sementara di survei 2017 ada 93,8 persen responden menyebut hal yang sama.
"Jika data itu diproyeksikan ke jumlah pemilih, maka kita sebetulnya bicara tentang pemilih dalam jumlah signifikan," ujar Eko di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2018).
Eko menerangkan, berdasarkan survei yang dilakukan di Jakarta, hoax dapat mempengaruhi kerukunan antar pemilih. Misal, peredaran hoax melalui media sosial ternyata cukup tinggi.
Sebanyak 21,2 % pemilih yang menggunakan media sosial menemukan informasi yang mereka terima melalui media sosial ternyata bohong, fitnah atau hoax. Sementara 39,6% pemilih pengguna media sosial lainnya mengaku jarang dan sangat jarang menemukan hal serupa.
"Dengan kata lain, berita bohong, fitnah dan hoax secara keseluruhan menjangkau 60,8% pemilih pengguna media sosial. Hanya intensitasnya saja yang berbeda-beda," kata Eko.
Komisi Pemilihan Umum mencatat Daftar Pemilih Tetap Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua. Berjumlah 7.218.280 pemilih. Eko berujar, 5,7% pemilih di Jakarta yang rusak hubungan pertemanannya karena Pilkada Jakarta 2017.
"Data di atas menunjukkan adanya potensi retaknya kerukunan sosial karena Pemilu," ucap Eko.
Eko mengatakan, jika data itu diproyeksikan ke jumlah pemilih (dengan menimbang margin of error surveinya yang sebesar +/- 2,9%), maka bicara tentang pemilih dalam jumlah signifikan.
Potensi retaknya masyarakat akibat pemilu bisa ditekan. Wakil Sekretaris Jenderal PKB Maman Imanulhaq mengatakan, untuk mengurangi kemungkinan pecahnya masyaraka disarankan, ada edukasi cukup kepada masyarakat.
"Masyarakat harus dididik untuk menganggap bahwa pemilu adalah hal yang biasa," ucap Maman.
Ia juga menyarankan ada gerakan literasi yang masif. Menurutnya, jika gerakan literasi tak dilakukan masyarakat dapat rentan terpapar isu hoaks yang berujung perpecahan.
"Hari ini kita disuguhi beragam pengajaran agama oleh orang-orang yang tidak tahu tafsir," tutur Maman.
Jika literasi tak dilakukan, ucap Maman, kerukunan sosial akan terpecah dan terus menjadi rentan karena masyarakat jadi instan dan menerima berita hoaks tanpa penyaringan.