TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, penasehat hukum mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafrudin A. Temenggung (SAT) menilai, isi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan dalam sidang, Senin (3/9/2018) kemarin, lemah karena sama sekali tidak menunjukan keterangan waktu kapan terjadi tindakan pidana korupsi seperti yang didakwakan kepada SAT sebagai terdakwa.
“Dalam tuntutan sama sekali tidak ditemukan kapan peristiwa korupsi yang dituduhkan kepada terdakwa itu dilakukan. Padahal ini sangat penting untuk membuktikan telah terjadi tindakan pidana korupsi,” kata Yusril kepada wartawan setelah sidang lanjutan kasus SKL BLBI yang mengagendakan pembacaan tuntutan jaksa.
Hal itu terjadi, lanjut Yusril, karena dalam fakta persidangan memang tidak terbukti SAT telah melakukan kesalahan atau tindak pidana korupsi.
“JPU seharusnya dapat membuktikan kapan suatu peristiwa pidana tersebut. Tapi yang dilakukan JPU hanya mengulang-ulang apa yang telah disampaikan dalam surat dakwaan sebelumnya,” kata Yusril.
Dikatakan, seluruh dokumen, saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan menunjukkan bahwa turunnya nilai asset karena dijual pada tahun 2007 yakni sekitar tiga tahun setelah terdakwa SAT menyelesaikan tugasnya sebagai Ketua BPPN tahun 2004 dan menyerahkan seluruh tanggung jawabnya kepada Menteri Keuangan.
“Itu artinya, SAT sudah menyelesaikan tugasnya sebagai Ketua BPPN dengan baik dan menyerahkan tanggung jawabnya kepada pada Menteri Keuangan pada tahun 2004, maka hal tersebut tidak dapat dibebankan kepada SAT,” ujar Yusril.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (13/9/2018) dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan oleh terdakwa dan penasehat hukum.