TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih mengaku telah mengajukan diri sebagai Justice Collaborator (JC) atau tersangka yang bekerja sama di KPK.
"Iya, JC sudah saya sampaikan," kata Eni yang kini ditahan KPK atas kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Rabu (5/9/2018).
Diketahui hari ini, nama Eni tidak ada di jadwal pemeriksaan KPK baik sebagai saksi maupun tersangka.
Pada awak media, Eni mengaku diperiksa sebagai saksi untuk tersangka bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Hari ini saya diperiksa sebagai saksi dari Bapak Johannes Kotjo. Ditanya soal pendalaman dari semua pertemuan saya dengan Pak Kotjo dengan Pak Sofyan Basir. Termasuk soal apa-apa perintah dari tentunya bermula dari sebelum saya kenal Pak Kotjo. Ya itu perintah dari Pak Setya Novanto," imbuhnya.
Baca: Muslim Jaya: Salah Alamat Terapkan Pidana Korporasi di Kasus Eni Saragih
Eni berharap sikap koperatifnya pada penyidik dengam membantu membuat terang perkara ini, bisa berimbas pada diterimanya JC yang diajukan oleh Eni.
"Sudah saya sampaikan semua ke penyidik, mudah-mudahan ini bentuk saya sangat koperatif dengan penyidik," singkatnya.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga tersangka. Mereka yakni Eni, Johannes Kotjo dan Idrus Marham. Seluruhnya sudah dilakukan penahanan oleh KPK.
Penyidik menduga Idrus mengetahui dan memiliki andil atas penerimaan uang dari Kotjo ke Eni.
Sekitar November-Desember 2017, Eni menerima Rp 4 miliar. Bulan Maret-Juni 2018, Eni kembali menerima Rp 2,25 miliar.
Idrus juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama dengan Eni sebesar 1,5 juta dollar AS yang dijanjikan Kotjo apabila proyek itu bisa dilaksanakan oleh kotjo.
Baik Eni maupun Setya Novanto, eks Ketum Golkar sekaligus eks Ketua DPR RI sudah satu suara, uang suap mengalir ke Munaslub Golkar pada 2017 silam.